my blog

facebook

Senin, 07 Februari 2011

kemarahan yang memperbodoh kita

Kemarahan Yang Memperbodoh Kita

Sebuah konflik tidak seharusnya disikapi dengan emosi. Ibarat batu yang dilempar pada batu, maka keduanya akan pecah dan sia sia. Demikian pula dalam konflik rumah tangga yang kadang kala muncul baik karena hal sepele atau masalah yang sangat serius.

Kondisi hati, fisik dan pikiran yang kadang labil sering kali membawa kita pada sebuah keadaan yang malah membuat makin rumit situasi.Emosi yang sedang tinggi, malah memicu salah pihak yang lain melakukan hal yang serupa. Sampai sampai ada yang menggambarkan, ibarat perang, harus ada pemenang dalam situasi tersebut, atau dengan kata lain salah satu pihak harus merelakan diri untuk kalah dan atau mengalah.

Masyaallah, menang atau kalah bukan inti dari babak akhir sebuah konflik atau perbedaan pendapat yang ada. Namun hal tersebut justru malah semakin menggambarkan kelemahan pengontrolan diri dari kedua belah pihak tersebut.

Memang ada kalanya khilaf ikut menyertai dalam perjalanan kehidupan manusia yang tidak sempurna. Namun apakah selamanya ketidaksempurnaan itu dijadikan kambing hitam atas semua kesalahan kita, sampai kita melupakan sama sekali cara menyayangi pasangan kita, bahkan disaat kita marah? Bukankah rumah tangga memang adalah tentang proses belajar dan saling mempelajari? Kemarahan adalah sama sekali bukan cara yang elegan untuk sebuah perbaikan hubungan, malah justru akan memperparah keretakan dalam rumah tangga.

Pasangan kita tak ubahnya buku yang diberikan untuk kita. Harus kita akui memang butuh waktu, tenaga dan kesabaran yang lebih untuk mempelajarinya lembar demi lembar. Terkadang didalam buku tersebut mengandung hal-hal yang sulit kita pahami, namun bukankah buku adalah selalu terkait dengan ilmu, dan ilmu adalah hal yang pastinya mencerahkan jalan kehidupan kita?

Bersatunya suami dan istri adalah sudah pasti karena skenario Allah yang maha indah. Dan pasti pula terkandung maksud dan tujuan yang tak kalah indah untuk masa depan kita. Suami tanpa istri hanyalah setengah dan istri tanpa suami adalah setengahnya lagi. Dengan kata lain keduanya saling melengkapi.

Lalu jika kita meyakini semua ini, masihkah kemarahan, sikap kasar  yang sama sekali jauh dari kelembutan dan kasih sayang menjadi pilihan "tercerdas" kita untuk menghakimi pasangan kita ? bukankah dia tengah dalam posisi tak menyadari kesalahannya, dan hal itu juga mungkin suatu hari terjadi kepada kita? lalu maukah kita juga rela dihakimi dengan kemarahan tanpa ada embel2 "kata kata pembukaan" yang halus yang dilakukan untuk sekedar menjadi peringatan awal?

Mari jawaban dari semua pertanyaan itu kita kembalikan pada diri kita masing masing dan kita renungkan untuk mengukur seberapa tinggi kualitas kita dalam  sebuah hubungan.

Yakinlah, masih banyak jalan keluar yang lebih cantik dan pas untuk dilakukan dari pada hanya sekedar mengumbar emosi dan malah justru akan semakin memperjelas kebodohan kita dalam mendengar dan memahami satu sama lain. Dan hanya pribadi yang mau belajar yang dengan pasti dapat mengetahui tentang keindahan sebuah damai.

Minggu, 06 Februari 2011

doa rasa pesimis dan merasa sial

Doa Penawar Rasa Pesimis dan Merasa Sial

اللَّهُمَّ لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ وَلَا طَيْرَ إِلَّا طَيْرُكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ
Allaahumma Laa Khaira Illaa Khairuka, wa Laa Thaira Illaa Thairuka, wa Laa Ilaaha Ghairuka
“Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan yang berasal dari-Mu dan tidak ada kesialan kecuali kesialan yang berasal dari-Mu (yang telah Engkau tetapkan), dan tidak ada tuhan selain Engkau.” (Hadits shahih, riwayat Ahmad)
Dasar Hadits
Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu 'anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ
Siapa yang mengurungkan niatnya karena thiyarah, maka ia telah berbuat syirik.” Lalu para sahabat bertanya, “Apa tebusan bagi hal itu?” Beliau bersabda, “Hendaknya salah seorang mereka membaca,
اللَّهُمَّ لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ وَلَا طَيْرَ إِلَّا طَيْرُكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ
Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan yang berasal dari-Mu dan tidak ada kesialan kecuali kesialan yang berasal dari-Mu (yang telah Engkau tetapkan), dan tidak ada tuhan selain Engkau.” (HR. Ahmad: 2/220, dari Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhuma. Dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam Ta’liq Musnad Ahmad no. 7045)
Apa itu Thiyarah?
Istilah Thiyarah atau Tathayyur berasal dari kata thair (burung). Karena bangsa Arab dahulu terbiasa meramal keberuntungan dan kesialan melalui burung dengan cara melepas burung. Jika ia terbang ke kanan, maka mereka bersemangat melanjutkan perjalan dan optimis mendapatkan kebaikan. Sebaliknya, jika terbang ke kiri, mereka menganggap akan datang kesialan dan sehingga mengagalkan rencananya.
Thiyarah atau tathayyur adalah anggapan sial karena melihat atau mendengar sesuatu, ataupun karena sesuatu yang sudah maklum, seperti menikahkan pada bulan Suro akan mendatangkan kesialan dan semisalnya. Dalam pengertian istilah ini, tathayur tidak hanya dengan isyarat burung saja.
Thiyarah atau tathayyur adalah anggapan sial karena melihat atau mendengar sesuatu, ataupun karena sesuatu yang sudah maklum, seperti menikahkan pada bulan Suro akan mendatangkan kesialan. . .
Thiyarah termasuk adat jahiliyah. Mereka menyandarkan nasib baik dan buruk kepada burung, kijang atau objek tathayyur lainnya. Sehingga mereka memutus rasa tawakkalnya kepada Allah Ta’ala dan bersandar kepada selain-Nya. Ini merupakan kesyirikan yang mengurangi kesempurnaan tauhid. Kemudian syariat yang hanif ini membatalkannya. Syariat mengingkari semua bentuk tathayyur dan pengaruhnya dalam mendatangkan kebaikan dan keburukan bagi seseorang.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menegaskan berulang kali dalam hadits-haditsnya yang meniadakan pengaruh thiyarah, “Tidak ada thiyarah.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Tujuh puluh ribu orang dari umatku akan masuk jannah tanpa hisab. Mereka adalah orang-orang yang tidak meminta diobati dengan cara Kay, tidak meminta diruqyah, dan tidak bertathayyur. Sedangkan hanya kepada Allah-lah mereka bertawakkal.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Abbas)
Bahkan dalam hadits dari Ibnu Mas’ud secara marfu’, bahwa thiyarah bagian dari kesyirikan,
الطِّيَرَةُ شِرْكٌ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ
Thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik –sebanyak tiga kali-.” (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan lainnya. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah, no. 429)
Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu 'anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ
Siapa yang mengurungkan niatnya karena thiyarah, maka ia telah berbuat syirik.” (HR. Ahmad)
Fungsi dan Manfaat Doa
Dalam kehidupan kita banyak keyakinan-keyakinan batil yang tersebar di masyarakat. Misalnya, ketika seorang muslim merencanakan safar, lalu sebelum berangkat ada burung gagak yang terbang dan suaranya yang berkoar-koar. Kemudian dia merasa akan datang musibah dan kesialan, sehingga dia menggagalkan rencananya atau tetap menjalankan rencananya dengan penuh kekhawatiran.
Merasa sial karena mendengar suara burung gagak di atas disebut tathayur (merasa sial/pesimis). Dan ini berlaku terhadap semua benda atau suara yang dijadikan sebagai objek tathayyur, misalnya melihat seorang buta ketika akan berdagang yang lalu muncul anggapan akan merugi dan semisalnya.
Keyakinan semacam ini termasuk perbuatan syirik yang menghilangkan kesempurnaan tauhid. Karena seseorang yang bertathayur telah memutus rasa tawakkalnya kepada Allah dan bersandar kepada selainnya. Juga, orang yang bertathayyur bergantung kepada sesuatu yang tidak jelas, bahkan hanya angan-angan dan hayalan yang tidak memiliki kaitan antara sebab dan akibat, baik langsung atau tidak. Orang yang berkeyakinan seperti ini, telah menciderai tauhidnya, karena tauhid adalah ibadah dan isti’anah (meminta pertolongan) kepada Allah semata. Sedangkan orang yang bertathayur akan mengagalkan rencananya tadi karena thiyarah.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ
Siapa yang mengurungkan niatnya karena thiyarah, maka ia telah berbuat syirik.” (HR. Ahmad)
Dikabarkan oleh Ibnu Mas’ud bahwa perasaan thiyarah (merasa sial/pesimis karena melihat atau mendengar sesuatu) sering hadir pada diri kita, tak seorangpun dari kita yang kecuali pernah terbersit thatayyur dalam hatinya. Bagi orang yang lemah iman, maka dia akan menggagalkan rencana dan hajatnya tersebut. Atau yang lebih ringan, dia tetap menjalankan tapi dengan dihantui rasa takut, khawati, dan was-was.
TATHAYYUR termasuk perbuatan syirik yang menghilangkan kesempurnaan tauhid.
Karena seseorang yang bertathayur telah memutus rasa tawakkalnya kepada Allah dan bersandar kepada selainnya.
Sedangkan cara untuk mengatasi rasa pesimis dan merasa sial tadi adalah dengan bertawakkal kepada Allah dengan tetap menjalankan rencana baiknya. Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu berkata,
وَمَا مِنَّا إِلَّا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ
Dan tidaklah salah seorang kita kecuali (terbersit thatayyur dalam hatinya) tetapi Allah menghilangkannya dengan tawakkal.” (HR. Abu Dawud dan lainnya. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah, no. 429)
Dan salah satu cara untuk menangkal thatayyur –sebagaimana yang diajarkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah- dengan membaca doa di atas yang berisi tawakkal kepada Allah dan berharap kebaikan dari-Nya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang mengurungkan niatnya karena thiyarah, maka ia telah berbuat syirik.” Lalu para sahabat bertanya, “Apa tebusan bagi hal itu?” Beliau bersabda, “Hendaknya salah seorang mereka membaca,
اللَّهُمَّ لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ وَلَا طَيْرَ إِلَّا طَيْرُكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ
Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan yang berasal dari-Mu dan tidak ada kesialan kecuali kesialan yang berasal dari-Mu (yang telah Engkau tetapkan), dan tidak ada tuhan selain Engkau.” (HR. Ahmad: 2/220, dari Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhuma. Dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam Ta’liq Musnad Ahmad no. 7045)
cara untuk mengatasi rasa pesimis dan merasa sial karen tathayyur  adalah dengan bertawakkal kepada Allah dengan tetap menjalankan rencana baiknya dan berdoa dengan doa di atas.
Kandungan Doa
1. Doa di atas mengajarkan agar hati senantiasa bergantung kepada Allah dalam meraih manfaat dan menolak keburukan. Dan inilah tauhid yang sebenarnya. Jika demikan, maka thiyarah yang terbersit dalam hati seorang hamba tidak membahayakannya. Hal itu karena dia tidak mempercayainya sehingga tetap melaksanakan rencana/niat baiknya sambil menguatkan tawakkalnya kepada Allah dan berpaling dari selain-Nya, salah satunya dengan membaca doa di atas.
Sesunguhnya thiyarah bisa menyebabkan kerugian dan yang dikhawatirkan benar terjadi karena persangka buruknya. Hal itu diakibatkan karena tidak murni dan tidak benar tawakkalnya kepada Allah, dan karena menuruti bisikan-bisikan syetan.
2. Bahwa Allah semata yang mendatangkan kebaikan bagi hamba dengan iradah (keinginan) dan masyi’ah (kehendak)-Nya. Begitu juga Allah semata yang kuasa menangkal keburukan dan kesialan dari hamba dengan kuasa dan kebaikan-Nya. Karena tidak ada kebaikan kecuali itu berasal dari-Nya.
3.Jika ada keburukan yang menimpa hamba, maka hakikatnya keburukan itu berasal dari-Nya, hanya saja itu disebabkan oleh tingkah laku dan kemaksiatannya sendiri. Allah Ta’ala berfirman,
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. Al-Nisa’: 79)
4. Doa di atas mengajarkan bahwa semua kebaikan ada di tangan Allah sehingga hanya kepada-Nya kita meminta dan bertawakkal.

doa doa

Doa Saat Ditimpa Kesulitan (Memohon Kemudahan)

Oleh: Badrul Tamam
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Dalam menjalani kehidupan ini, sering kita dihadapkan pada kesulitan. Terkadang kesulitan itu amat berat sehingga membuat kita hampir putus asa. Namun, keimanan akan kuasa Allah Ta’ala yang tidak terhingga, menjadikan kita tetap bersabar dan memiliki harapan.
Sesungguhnya alam semesta berada di bawah kuasa dan kendali Allah Ta’ala. Semuanya patuh kepada ketetapan dan kehendak-Nya. Tidak ada yang bisa bergerak atau bertingkah laku kecuali dengan daya, kekuatan, kehendak, dan izin-Nya. Apa yang Dia kehendaki pasti terjadi. Sebaliknya, yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan pernah terjadi.
Allah Mahakuasa melakukan apa saja. Dia mampu menjadikan segala kemudahan menjadi sesuatu yang sulit, juga sesuatu yang sulit menjadi mudah. Tidak ada yang susah bagi-Nya, karena Dia Mahakuasa atas segala-galanya. Karenanya ketika menghadapi kesulitan dan berbagai cobaan hidup kita tidak boleh putus asa. Masih ada Allah yang bisa kita minta dan mohon pertolongan-Nya. Maka kita diperintahkan untuk berdoa saat mengalami kesulitan,
اَللَّهُمَّ لا سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَ أَنْتَ تَجْعَلُ الْحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً
Allaahumma Laa Sahla Illaa Maa Ja’altahu Sahlaa Wa Anta Taj’alul Hazna Idza Syi’ta Sahlaa
Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau jadikan mudah. Dan apabila Engkau berkehendak, Engkau akan menjadikan kesusahan menjadi kemudahan.
Apakah Doa ini Berasal dari Hadits?
Syaikh Muhammad bin Shalih rahimahullaah dalam salah satu fatwanya menyebutkan, ”Doa ini, aku tidak mengetahui asalnya (sumbernya) dari Assunnah, tapi itu banyak diucapkan oleh orang.” Pernyataan beliau serupa juga didapatkan dalam Kaset “Nuur ‘ala al-Darb” kaset no. 344 menit ke 22. Namun yang benar bahwa doa di atas berasal dari warisan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu,  Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
اَللَّهُمَّ لا سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَ أَنْتَ تَجْعَلُ الْحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً
 “Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau jadikan mudah. Dan apabila Engkau berkehendak, Engkau akan menjadikan kesusahan menjadi kemudahan.” (HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya no. 2427, Ibnu Sunni dalam Amal al-Yaum wa al-Lailah no. 351, Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashfahan: 2/305, Imam Al-Ashbahani dalam al-Targhib: 1/131. Syaikh Al-Albani menshahihkannya dalam  Silsilah Shahihah 6/902, no. 2886 dan mengatakan, “Isnadnya shahih sesuai syarat Muslim.”)
Doa ini juga disebutkan oleh Pengarang Hisnul Muslim, DR. Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani, pada hal. 90 dengan judul, “Doa bagi siapa yang mendapatkan kesulitan.” Beliau menyebutkan bahwa Syaikh al-Arnauth menshahihkannya dalam Takhrij al-Adzkar lil Nawawi, hal. 106.
Makna Doa
Makna dari doa di atas, bahwa Allah tidak menjadikan segala sesuatu mudah bagi manusia. Tidak ada kemudahan bagi mereka, kecuali apa yang Allah jadikan mudah. Dan sesungguhnya kemudahan adalah apa yang Allah jadikan mudah. Sebaliknya, kesulitan dan kesusahan jika Allah kehendaki bisa menjadi mudah dan ringan. Sebagaimana kemudahan dan perkara ringan bisa menjadi sulit dan berat, jika Allah menghendakinya.  Karena semua perkara berada di tangan Allah 'Azza wa Jalla.
Maka kandungan doa ini, seseorang memohon kepada Allah agar memudahkan segala urusannya yang sulit dan memuji Allah 'Azza wa Jalla bahwa segala urusan ada di tangan-Nya, jika Dia berkehendak, kesulitan bisa menjadi mudah.
Sebagaimana yang sudah maklum, Allah 'Azza wa Jalla mahakuasa melakukan apa saja. Dan Dia mampu menjadikan kemudahan menjadi sesuatu yang sulit, juga sesuatu yang sulit menjadi mudah. Tidak ada yang susah bagi-Nya, karena Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Maka kandungan doa ini:
Seseorang memohon kepada Allah agar memudahkan segala urusannya yang sulit dan memuji Allah 'Azza wa Jalla bahwa segala urusan ada di tangan-Nya, jika Dia berkehendak, kesulitan bisa menjadi mudah.
Di Samping Berdoa, Apa yang Bisa Dilakukan?
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ
Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat.” (QS. Al-Baqarah: 153)
Allah Ta’ala menjelaskan bahwa cara terbaik untuk meminta pertolongan Allah dalam menghadapi berbagai musibah (di antaranya kesulitan dalam hidup) adalah dengan bersabar dan shalat.
Dan dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam apabila dihadapkan pada suatu masalah maka beliau segera shalat. (HR. Abu Dawud dan Ahmad dari Hudzaifah bin Yaman)
Sedangkan sabar untuk dalam hal ayat ini ada dua macam, yaitu sabar dalam rangka meninggalkan berbagai perkara haram dan dosa; dan bersabar dalam menjalankan ketaatan dan ibadah. Dan bersabar bentuk yang kedua adalah lebih banyak pahalanya, dan itulah sabar yang lebih dekat maksudnya untuk mendapatkan kemudahan.
Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata, “Sabar ada dua bentuk: bersabar untuk Allah dengan menjalankan apa yang Dia cintai walaupun berat bagi jiwa dan badan. Dan bersabar untuk Allah dari segala yang Dia benci walaupun keinginan nafsu menentangnya. Siapa yang kondisinya seperti ini maka dia termasuk dari golongan orang-orang yang sabar yang akan selamat, insya Allah.” (Dinukil dengan ringkas dari Tafsir Ibnu Katsir dalam tafsir ayat di atas)
Sabar ada dua bentuk: bersabar untuk Allah dengan menjalankan apa yang Dia cintai walaupun berat bagi jiwa dan badan. Dan bersabar untuk Allah dari segala yang Dia benci walaupun keinginan nafsu menentangnya. (Abdurrahman bin Zaid bin Aslam)
Beberapa Doa Lain Untuk Mendapatkan Kemudahan:
  • Doa ketika ditimpa musibah dan kesusahan:
يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ
Wahai Yang Maha Hidup Kekal, Yang terus menerus mengurus ( mahluk-Nya ), hanya dengan rahmat-Mu saja, saya meminta pertolongan.”
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَرَبَهُ أَمْرٌ قَالَ يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ
Dari Anas bin Malik berkata, “Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, apabila menghadapi suatu masalah, beliau berdoa,”Wahai Yang Maha Hidup Kekal, Yang terus menerus mengurus ( mahluk-Nya ), hanya dengan rahmat-Mu saja, saya meminta pertolongan.” (HR. al-Tirmidzi no. 3524. Dihassankan oleh Al-Albani dalam Silsilah Shahihah, no. 3182)
  • Doa Nabi Yunus saat berada di perut ikan:
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Anbiya’: 87)
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Doa Nabi Yunus taatkala ia berada di dalam perut ikan: Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim. Sesungguhnya tak seorang muslim yang berdoa kepada Rabb-nya dengan doa tersebut dalam kondisi apapun kecuali Allah akan mengabulkan untuknya.” (HR. al-Tirmidzi no. 3505 dan dishahihkan Al-Albani dalam Silsilah Shahihah no. 1644) 
Dan dalam Riwayat al-Hakim, Rasululah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, ”Maukah aku beritahukan kepadamu sesuatu jika kamu ditimpa suatu masalah  atau ujian dalam urusan dunia ini, kemudian berdoa dengannya.” Yaitu doa Dzun Nun atau Nabi Yunus di atas.
  • Doa saat keluar dari rumah:
بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan-Nya.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Apabila seseorang keluar dari rumahnya lalu membaca,
بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan-Nya.” Beliau bersabda, Dikatakan pada saat itu, “Engkau telah diberi petunjuk, dicukupkan, dan dijaga. Maka Syetan menjauh darinya sehingga syetan yang lain berkata kepadanya, “Kaifa laka birajulin? (Apa yang bisa engkau lakukan terhadap seseorang) yang telah diberi petunjuk, telah dicukupkan, dan telah dijaga?” (HR. Abu Dawud no. 4431, al-Tirmidzi no. 3348, Ibnu Hibban no. 823, dan Ibnu Sunni dalam ‘Amal  al-yaum wa al-Lailah, no. 177. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih al-Tirmidzi no. 3426, Al-Misykah no. 2443, juga dalam Al-Kalim al-Thayyib) dan masih ada beberapa doa lainnya.
Penutup
Sebaiknya seorang muslim membiasakan diri dengan doa yang diajarkan oleh sunnah dalam menghadapi kesulitan. Karena orang yang mengajarkannya, yaitu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, adalah manusia paling tahu dengan doa yang pas dan paling bermanfaat. Dan hendaknya juga memilih doa-doa yang shahih saja, karena ada beberapa riwayat yang menyebutkan atau berisi permohonan kemudahan namun dhaif. Karenanya, penting bagi kita mencatat dan menghafal doa-doa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam baik yang bersifat umum atau terikat dengan waktu dan tempat. Walaupun tidak ada larangan untuk berdoa dengan kalimat dan bahasa apapun, karena Allah Mahatahu terhadap apa yang disampaikan hamba-Nya. Wallahu Ta’ala a’lam. Wallahu Ta'ala a'lam . . .

Entri Populer