Latar Belakang Penulis
Carl rogers ( 1902-1987 ) sebagai
juru bicara utama psikologi humanistik. Dalam tulisannya ( 1961 ) mengingat
kembali iklim keluarganya memiliki cirri adanya hubungan yang dekat dan hangat
tetapi juga di dalam batas standar ajaran agama, bermain-main bukanlah hal yang
di restui, dan nilai-nilai etika protestan sangat di agung-agungkan. Masa
kanak-kanaknya bukanlah hal yang yang mengasyikkan melainkan kesepian, ia pun
mengasyikkan diri dengan interes belajar dan bukan interes sosial.
Pada masa ia masih kuliah, mata
kuliah mayor yang menjadi minatnya berganti-ganti dari pertanian, ke sejarah,
kemudian ke ilmu agama, dan akhirnya ke psikologis klinis.
Dari tahun 1928-1939 Rogers memimpin
pusat bimbingan anak-anak di Rochester New York. Dia menduduki beberapa jabatan
akademik dari 1939-1963. Pada tahun 1964 ia bergabung dengan staf di institute
ilmu behavioral barat di la joila calivornia. Di mana ia bekerja bersama
kelompok orang-orang yang ingin memperbaiki kemampuan mereka dalam hal
berhubungan antar manusia. Yang menarik dalam teorinya adalah perlunya
mendengarkan dan menerima tanpa pertimbangan jika klien bisa berubah.
Rogers menikmati pengakuan dari
seluruh dunia sebagai pencetus dan pengembang gerakan humanistikdalam
psikoterapi, perintis dalam penelitian, dan pemberi pengaruh pada semua bidang
yang ada hubungannya dengan psikologi. Selama 15 tahun terakhir dari hidupnya
dia menerapkan pendekatan terpusat pada pribadi di bidang politik dengan jalan
melatih pembuat keputusan, pemimpin dan kelompok-kelompok yang sedang konflik.
Pada tahun 1987, sehabis jatuh yang
menyebabkan pinggangnya retak, ia masih sanggup menjalani operasi. Namun, malam
berikutnya setelah operasi jantungnya melemah dan akhirnya ia meninggal.
KONSEP KUNCI
Pandangan tentang sifat dasar manusia
Pengalaman propesional Rogers (1987)
mengajarkan bahwa apabila dia bisa menjangkau inti seorang individu maka yang
didapatkannya adalah pusat yang bisa dipercaya dan positif.
Ada tiga atribut bagi seorang
terapis yang akan bisa menciptakan iklim yang mendorong pertumbuhan yang dengannya seorang individu
bisa bergerak maju dan menjadi seseorang seperti kualitas yang dia miliki.
Atribut-atribut itu adalah (1) kongruens (keaslian atau kenyataan), (2) sikap
yang positif dan tidak bersyarat (mau menerima dan peduli) dan (3) pengertian
empati yang tepat (kemampuan untuk secara benar-benar menangkap dunia
subyektif orang lain).
Menurut Rogers, apabila sikap-sikap
ini dikomunikasikan oleh si penolong maka si tertolong berkurang sikap
defensifnya dan lebih terbuka terhadap diri sendiri dan dunia mereka, dan
mereka pun akan berlaku dengan cara yang konstruktif dan social.
Jadi, sasaran konseling adalah
membebaskan klien dan menciptakan kondisi yang akan memungkinkan mereka untuk
melakukan eksplorasi diri yang bermakna. Apabila orang bebas, dia akan bisa
mencari jalannya sendiri.
Pandangan positif tentang sifat
dasar manusia ini mengandung implikasi yang signifikan bagi praktek terapi.
Karena adanya kepercayaan bahwa seorang individu memiliki kapasitas yang
inheren untuk menyingkir dari penerapan yang salah ke kesehatan psikologis maka terapis
meletakan pertanggung jawaban utama pada diri klien. Pendekatan terpusat pada
pribadi menolak peranan terapis sebagai penguasa yang paling tahu dank lien
yang pasif yang sekedar mengikuti apa yang didiktekan oleh terapis. Jadi,
terapi itu berakar pada kapasitas klien untuk menyadari dan kemampuannya untuk
membuat keputusan.
Karateristik dasar
Pendekatan terpusat pada pribadi
difokuskan pada pertanggung jawaban dan kappasitas klien untuk menemukan cara
agar bisa menghadapi realitas. Klien, yang paling tahu tentang dirinya adalah
yang harus menemukan perilaku yang lebih tepat bagi nya yang didasarkan pada
kesadaran diri yang sedang tumbuh.
Prinsip terapi terpusat pada pribadi
berlaku bagi mereka yang berfungsi pada tingkat yang relative normal dan juga
pada mereka yang mengalami salah penyesuaian psikologis pada tingkat yang lebih
tinggi.
Teori terpusat pada pribadi
mengatakan bahwa fungsi terapis adalah untuk segera hadlir dan bisa di hubungi
oleh klien dan untuk berfokus pada pengalaman disini dan sekarang.
Terapi terpusat pada pribadi
bukanlah seperangkat teknik ataupun dogma. Dengan berakar pada suatu perangkat
sikap dan kepercayaan yang didemonstrasikan oleh terapis maka terapi ini dapat
dikarakterisasikan sebagai cara keberadaan dan sebagai perjalanan yang
sama-sama dilakukan oleh terapis dan klien dimana masing-masing saling mengungkapkan
kemanusiaan masing-masing dan saling berpartisipasi dalam pengalaman
pertumbuhan.
PROSES TERAPEUTIK
Sasaran terapeutik
Sasaran terapi terpusat pada pribadi
berbeda dengan pendekatan tradisionil. Pendekatan terpusat pada pribadi
diarahkan ke kebebasan dan integrasi individu pada tingkat yang lebih tinggi.
Fokusnya adalah pada si pribadi bukan pada problema yang dikemukakan oleh
klien.
Menurut pandangan Rogers (1977)
sasaran terapi tidak hanya sekedar menyelesaikan problema. Melainkan, membantu
klien dalam proses pertumbuhannya, sehingga dia akan bisa lebih baik menangani
problema yang dihadapi di masa depan.
Sasaran yang dianggap penting oleh
terapi adalah bisa menciptakan suasana yang kondusif yang bisa menolonng si individu
menjadi orang yang berfungsi secara penuh.
Karakteristik yang merupakan sasaran
dasar dari terapi terpusat pada pribadi di antaranya adalah (1) keterbukaan
terhadap pengalaman (2) percaya pada diri sendiri (3) sumber evaluasi internal
dan (4) kesediaan untuk tumbuh secara berlanjut.
Penopang utama dari teori tepusat
pada pribadi adalah pandangan bahwa klien dalam kaitannya dengan terapis yang
menjadi fasilitator memiliki kapasitas untuk menentukan dan menjelaskan sasaran
mereka sendiri.
Fungsi dan peranan
terapis
Peranan terapis terpusat pada
pribadi mengakar pada cara mereka berada dan sikap, bukan pada tehnik yang di
desain untuk membuat klien mau “ berbuat sesuatu”. Pada dasarnya terapis
menggunakan dirinya sebagai instrument perubahan, manakala mereka berhadapan
empat mata dengan klien, “perannya” adalah menjadi yang tidak memegang peran.
Fungsinya adalah menciptakan iklim
terapeutik yang bisa menolong klien untuk tumbuh. Terapis terpusat pada pribadi
menciptakan hubungan yang bersifat menolong dimana klien bisa mengalami
kebebasan yang diperlukan untuk menggali kawasan hidupnya yang sekarang ini
tidak disadari keberadaannya.
Melalui sikap terapis yang
menunjukan kepedulian yang ikhlas, rasa hormat, penerimaan, dan pengertian,
klien mampu mengendorkan sikap defensifnya serta persepsinya yang kaku dan
bergerak ke berfungsinya pribadi pada tingkat yang lebih tinggi.
Pengalaman klien dalam
terapi
Perubahan terapeutik tergantung pada
persepsi klien baik pada pengalamannya sendiri dalam kegiatan terapi dan pada
sikap dasar konselor. Apabila konselor menciptakan iklim yang kondusif untuk
eksplorasi diri, maka klien ada kesempatan untuk mengalami dan mengeksplorasi
perasaannya secara keseluruhan.
Salah satu alasan mengapa klien
menginginkan terapi adalah rasa ketidak berdayaan yang mendasar, tidak memiliki
kekuasaan dan ketidakmampuan untuk membuat keputusan atau secara efektif
mengarahkan hidupnya. Mereka berharap bisa menemukan ‘jalan’ setelah
mendapatkan pengajaran dari terapis. Namun, didalam kerangka terpusat pada
pribadi, mereka akan segera tahu bahwa dalam kaitan itu mereka bisa bertanggung
jawab sendiri dan bahwa mereka bisa belajar untuk bisa lebih merdeka dengan
menggunakan hubungan itu untuk bisa lebih baik memahami diri mereka sendiri.
Hubungan antara terapis
dan klien
Berikut adalah kondisi yang
diperlukan dan dianggap cukup untuk bisa menciptakan perubahan kepribadian
1.
Ada dua orang dalam
kontak psikologis
2.
Orang pertama,yang kita
beri nama klien, mengalami hal yang tidak konggruen
3.
Orang kedua, yang kita
beri nama terapis adalah yang konggruen dan terintregasi dalam hubungan itu.
4.
Terapis menaruh
perhatian positif yaitu betul-betul peduli terhadap klien.
5.
Terapis mengalami
pemahaman secara empati terhadap ukuran internal dengan mana klien membentuk
sikap atau keputusan dan usaha untuk mengomunikasikannya dengan klien.
6.
Yang dikomunikasikan
kepada klien yang berupa pemahaman empati dan perhatian positif tanpa syarat
itu diterima dalam tingkat yang minim.
Ciri-ciri pribadi atau sikap terapis
merupakan bagian sentral dari hubungan terapeutik ; (1) kongruensi atau
keahlian (2) perhatian positif tidak bersyarat (3) pemahaman empati yang
akurat.
Kongruensi atau keaslian
(kejujuran/ketulusan) dari ketiga cirri, menurut rogers konggruensi merupakan
yang paling penting. Kongruensi mengandung arti bahwa terapis adalah riil yaitu
mereka jujur, terintegrasi dan otentik selama berlangsungnya kegiatan terapi.
Terapis yang otentik secara spontan
dan terbuka mengejawantahkan perasaan dan sikapnya, baik yang positif maupun
yang negative, yang mengalir dalam dirinya. Dengan mengungkapkan (dan menerima)
perasaan negative apapun, mereka bisa menjadi fasilitator terjadinya komunikasi
yang jujur dengan klien.
Sikap positif yang tidak bersyarat
dan mau menerima. Sikap kedua yang diperlukan terapis untuk berkomunikasi
dengan klien adalah kepedulian yang mendalam dan ikhlas terhadapnya sebagai
pribadi. Kepedulian itu dalah tanpa syarat dalam arti bahwa kepedulian itu
tidak dikotori oleh evaluasi atau pernilaian baik atau buruk terhadap perasaan,
pandangan, serta perilaku klien.
Menurut Rogers (1977) penelitian
menunjukan bahwa makin tinggi derajat kepedulian, pemberian pujian, penerimaan,
dan penghargaan klien tanpa disertai pamrih makin besar peluang akan berhasilnya
terapi.
Pemahaman empati yang akurat
tujuannya adalah untuk membangkitkan semangat klien untuk lebih dekat dengan
dirinya sendiri, merasakan lebih mendalam dan intens dan untuk mengenali dan
menguraikan ketidak kongruensian yang ada di dalam dirinya.
Pemahaman empati berarti bahwa
terapis akan merasakan apa yang dirasakan klien seolah-olah yang mereka rasakan
sendiri tanpa harus terhanyut dalam perasaaan itu.
APLIKASI
TEKNIK DAN PROSEDUR TERAPI
Evolusi metode terpusat
pada pribadi
Dalam kerangka terpusat pada pribadi
‘tekniknya’ adalah mendengarkan, menerima, menghormati, memahami dan berbagi.
Pada perkembangan selanjutnya pendekatan itu kurang berbicara mangenai larangan
dan member kebebasan lebih besar pada konselor untuk lebih aktif berpatisipasi
dalam hubungan itu.
Perubahan ini mendorong di
gunakannya metode yang sangat beragam, dan bukan dengan metode tradisional
seperti mendengarkan, mengenang, dan mengkomunikasikan kemauannya untuk mau
mengerti. Menurut combs (1988) pendekatan berpusat pada pribadi yang ada
sekarang di pahami sebagai yang terutama untuk proses menolong klien bisa
menemukan makna personal yang baru dan lebih memuaskan tentang dirinya sendiri
dan dunia tempat ia tinggal.
Meskipun pendekatan berpusat pada
pribadi terutama diaplikasikan pada konseling individual dan kelompok, ternyata
pendekatan itu melebarkan sayapnya melampoi kawasan praktek terapeutik. Kawasan
aplikasi yang penting termasuk pendidikan, kehidupan keluarga, kepemimpinan dan
administrasi, perkembangan organisasi, perawatan kesehatan, aktifitas antar
rasial dan antar budaya, hubungan internasional, dan pencarian pada perdamaian
dunia (cain, 1986a)
Kawasan aplikasi
Kawasan yang terlihat sebagai tempat
yang terutama bisa diaplikasikannya pendekatan terpusat pada pribadi adalah
kawasan intervensi pada krisis. Tidak sedikit orang yang berprofesi menolong
orang lain. Peristiwa kehidupan khusus yang bisa membawa ke krisis, seperti
dating nya penyakit atau kehilangan orang yang dicintai. Bahkan kalau si
penolong tidak penah mendapatkan latihan profesi kesehatan mental, dia dapat
berbuat banyakapabila sikap dasar yang dilukiskan dalam bab ini ada pada
dirinnya.
Manakala seseorang sedang mengalami
krisis, salah satu langkah pertama adalah memberinya kesempatan untuk
mengungkapkan diri secara penuh. Dalam hal ini, dengan penuh perasaan
mendengarkan, mendengar, dan memaklumi merupakan hal yang esensial.
Meskipun krisis seseorang tidak akan
terbatasi dengan sekali atau dua kali kontak dengan si penolong, kontak semacam
itu merintis jalan keterbukaan untuk mau menerima si penolong nantinya.
Apabila orang yang sedang mengalami
krisis tidak merasa di maklumi dan
diterima, maka situasinya akan menjadi lebih buruk, sehingga orang itu
akan kehilangan harapan untuk bisa ‘kembali normal’ dan di masa mendatang tidak
akan mencari bantuan. Tunjangan yang ikhlas, kepedulian, dan kehangatan yang
tidak pasif dapat menempuh jarak yang jauh dalam hal membangun jembatan yang
dapat memotivasi orang untuk berbuat sesuatu untuk berkarya dan menyelesaikan
krisis.
Kesimpulan
Terapi terpusat pada pribadi di
dasarkan pada suatu konsep psikologi humanistic, dan falsafah sifat naluri
manusia yang menegaskan adanya usaha untuk beraktualisasi diri, selanjutnya
pandangan rogers tentang sifat naluri manusia adalah fenomenologis : yaitu kita
membentuk diri sendiri sesuai dengan persepsi kita tentang realitas.
Teori Rogers bertumpu pada suatu
asumsi bahwa klien bisa memahami factor dalam hidup mereka yang menjadikan
mereka tidak bahagia. Mereka juga memiliki kapasitas untuk mengarahkan diri
mereka sendiri dan mengadakan perubahan pribadi yang konstruktif. Perubahan bisa terjadi apabila terapis yang
kongruen mampu bersama klien menciptakan suatu hubungan yang bercirikan
keikhlasan, penerimaan, dan pemahaman empati.
Menurut
Rogers ( 1977 ), penelitian menunjukkan bahwa makin tinggi derajat kepedulian,
pemberian pujian, penerimaan dan penghargaan klien tanpa di sertai pamprih
makin besar peluang akan berhasilnya terapi.
Pendekatan terpusat pada pribadi,
menolak peranan terapis sebagai penguasa yang paling tahu dan klien yang pasif
yang sekedar mengikuti apa yang di dektekan oleh terapis. Jadi terapi itu
berakar pada kapasitas klien untuk menyadari dan kemampuannya untuk membuat
keputusan.
Pendekatan pada pribadi di fokuskan pada pertanggung
jawaban dan kapasitas klien untuk menemukan cara agar bisa menghadapi realitas,
klien yang paling tau tentang dirinya. Adalah yang harus menemukan perilaku
yang lebih tepat baginya yang di dasarkan pada kesadaran diri yang sedang
tumbuh.