TERAPI RASIONAL EMOTIF DAN
PENDEKATAN KOGNITIF BEHAVIORAL LAINNYA
Ø Sejarah TRE (Terapi Rasional Emotif)
Terapi ini dtokohi oleh Albert Ellis, yang lahir
pada tahun 1913 Pittsburgh. Awalnya ia adalah seorang penulis, tetapi ia juga
terampil menangani masalah pribaadi seseorang, dalam persoalan perkawinan,
cinta kasih, dan seks. Akhirnya ia menjadi psikolog dari lulusan sebuah
college.
Dia menyimpulkan bahwa psikoanalisis
secara relatif merupakan bentuk penanganan yang semu dan tidak ilmiah maka
diapun bereksperimen dengan beberapa system yang lain. Pada awal 1955 dia menggabungkan
teori humanistik, filosofis, dan behavioral menjadi terapi rasional emotif
(TRE).
TRE menjadi sebuah aliran psikoterapi
yang ditujukan untuk memberi kepada klien suatu perangkat untuk
mengrestruksikan gaya falsafah serta perilaku mereka (Ellis & Yeager, 1989)
Menurutnya, “ Orang menjadi terganggu bukan
oleh benda-benda, melainkan oleh apa yang dipandangnya tentang benda itu”(
Dryden & Ellis 1988, hal 214). Oleh karena itu, hipotesis dasar dari TRE
adalah emosi kita terutama berasal dari keyakinan evaluasi, interpretasi serta
reaksi kita terhadap situasi kehidupan. Melalui proses terapeutik rasional
emotif klien mempelajari ketrampilan yang mereka berikan kepada mereka
perangkat untuk mengidentifikasikan dan mempertanyakan keyakinan yang tidak rasional
yang telah didapat sampai sekarang tetap ada karena adanya indoktrinasi diri. Mereka belajar caranya
mengganti cara berpikir yang tidak efektif seperti itu dengan kognisi yang
efektif dan rasional, dan sebagai hasilnya mereka mengubah reaksi emosional
mereka terhadap situasi. Dengan proses terapeutik klien bisa mengaplikasikan
prinsip TRE tidak hanya pada masalah khusus yang dikemukakan tetapi juga pada
banyak masalah kehidupan yang lain ataupun pada masalah dimasa depan yang
mingkin akan mereka jumpai.
Ø HUBUNGAN ANTARA TRE DENGAN TERAPI KOGNITIF-BEHAVIORAL LAINNYA
Para praktisi TRE secara konsisten
telah berteori bahwa oleh karena manusia itu secara naluri cenderung untuk
berpikir, mengungkapkan perasaannya, dan berperilaku secara interaksional, mereka
jarang membuat perubahan kognitif mendasar ataupun mempertahankannya kecuali
jika mereka juga dengan susah payah menggarap perasaannya, kecuali jika secara
konsisten mempraktekkan perilaku baru. TRE menekankan teknik kognitif, afektif,
dan behavioral dan mendorong terapis untuk mengajukannya dengan cara yang aktif
dan direktif (Dryden & Ellis). Asumsi dari pendekatan kognitif adalah bahwa
orang memberikan sumbangannya pada masalah psikologis mereka sendiri, dan juga
gejala yang spesifik, dengan cara mereka menginterpretasi peristiwa dan situasi
dalam hidup mereka. Terapi kognitif behavioral banyak berdasarkan pada asumsi
bahwa reorganisasi pertanyaan diri seseorang akan menghasilkan suatu
reorganisasi perilakunya yang sepadan.
Perbedaan antara TRE dengan terapi
kognitif behavioral yang lain adalah pada prosedur hubungannya. Pendekatan
kognitif behavioral yang lain itu memberikan nilai lebih banyak peranan empati
dan kehangatan pribadi dari pada yang benar pada TRE. Meskipun demikian, TRE
memang menekankan pada penerimaan yang tanpa syarat dipihak terapis terhadap
kliennya.
Ø KONSEP KUNCI
PANDANGAN TENTANG SIFAT KODRAT MANUSIA
Terapi rasional emotif didasarkan
pada suatu asumsi bahwa manusia memiliki potensi berpikir , baik yang rasional
atau lurus maupun yang tidak rasional atau bengkok. Manusia mempunyai dorongan
menjaga kelangsungan keadaan dirinya, keberadaannya, dan lain sebagainya, namun
manusia juga mempunyai dorongan dari dalam dirinya sendiri untuk merusak
dirinya sendiri, menghindar dari memikirkan sesuatu, menunda-nunda,
berulang-ulang melakukan kekeliruan dan menghindari mengaktualisasikan potensi
pertumbuhan yang dimilikinya.
Dengan anggapan bahwa manusia itu
tidak sempurna, TRE berusaha untuk menolong mereka untuk mau menerima dirinya
sebagai makhluk yang akan selalu membuat kesalahan namun pada saat yang
bersamaan juga sebagai yang bisa belajar
hidup damai dengan dirinya sendiri.
Ellis (1989) telah menyimpulkan bahwa
manusia itu berbicara sendiri, mengevaluasi sendiri, dan bertahan sendiri. Mereka
mengembangkan kesulitan emosional dan behavioral mana kala mereka mengambil
pilihan sederhana. Ellis juga menekankan bahwa manusia memilki naluri
kecenderungan menuju ke pertumbuhan dan aktualisasi , namun mereka sering
menjegal gerakan mereka menuju pertumbuhan sebagai akibat dari naluri
kecenderungan mereka menuju kepemikiran berbelit-belit dan juga ke pola
menggagalkan diri sendiri yang telah mereka pelajari (Ellis & Dryden,
1987).
Ø PANDANGAN TENTANG GANGGUAN EMOSIONAL
Asal mula kita pelajari keyakinan yang tidak
rasional adalah dari orang lain yang signifikan pada masa kanak-kanak. Dan kita
sendirilah yang menciptakan dogma dan tahayul yang tidak rasional itu. Kemudian
secara aktif kita menanamkan kembali keyakinan keliru itu dengan jalan memroses
otosugesti dan pengulangan sendiri. Oleh karena itu sebagian
besar adalah pengulangan yang kita buat sendiri terhadap pikiran tidak rasional
yang diindoktrinasikan kepada kita dulu, dan bukan pengulangan dari orang tua
yang menjadikan sikap disfungsional tetap hidup dan beroperasi dalam diri kita.
TRE menegaskan bahwa menyalahkan (diri
sendiri atau orang lain) merupakan inti dari sebagian besar gangguan emosional.
Oleh karena itu, kalau kita harus menyembuhkan neurosis atau gangguan pribadi,
kita sebaliknya berhenti menyalahkan diri sendiri dan orang lain. Melainkan
adalah hal yang penting kalau kita mau menerima diri kita sendiri meskipun
tidak ada kesempurnaan dalam diri kita. Ellis memberikan hipotesisnya bahwa
esensinya semua orang dilahirkan dengan dibekali oleh kemampuan untuk berpikir
secara rasional, namun kita juga memiliki kecenderungan kuat untuk meningkatkan
hasrat kita dan preferensi kita menjadi tuntutan dan perintah.
Ellis berpendapat bahwa oleh karena kita
sendiri yang menciptakan pikiran serta perasaan yang terganggu maka kita pun
juga memiliki kekuatan untuk mengontrol masa depan emosional kita. Dia
menyarankan agar apabila kita marah hal yang baik adalah apabila melihat ke
“tuntutan harus” menjadi dogma “tuntutan seharusnya” yang mutlak, yang
tersembunyi dalam diri kita. Kognisi yang sifatnya mutlak merupakan inti dari
penderitaan manusia, oleh karena seringkali keyakinan ini menjadi ganjalan dan
menghalangi orang dalam usahanya untuk sampai pada sasaran serta maksud yang
dituju.
Ø PROSES TERAPEUTIK
Sasaran terapeutik
Jalan yang ditempuh oleh terapi
rasional emotif yang demikian banyak jumlahnya itu mengarah pada suatu tujuan,
yaitu meminimalkan gangguan emosional dan perilaku menggagalkan diri sendiri
dengan jalan mendapatkan falsafah hidup yang realistis. Juga termasuk dalam
sasaran terapeutik yang penting adalah mengurangi kecenderungan untuk
menyalahkan diri sendiri atau orang lain karena sesuatu yang tidak diinginkan
telah terjadi dalam hidup ini dan mempelajari cara untuk secara efektif bisa
menangani kesulitan-kesulitan yang kelak akan dihadapi.
TRE berjuang untuk melakukan
reevaluasi filosofis yang cermat didasarakan pada suatu asumsi bahwa masalah
manusia itu berakar pada falsafah. Berikut ini adalah sasaran spesifik yang
dituju oleh terapis TRE dalam menangani kliennya : (a) minat diri sendiri, (b)
minat sosial, (c) pengarahan diri, (d) tenggang rasa, (e) keluwesan, (f)
kesediaan menerima adanya ketidak pastian, (g) komitmen, (h) berpikir ilmiah,
(i) mau menerima diri sendiri, (j) mau mengambil resiko, (k) bertoleransi
tinggi terhadap frustasi, (l) mau mempertanggungjawabkan gangguan. (Ellis)
Ø FUNGSI DAN PERANAN TERAPIS
Terapis memiliki tugas yang khusus,
langkah pertama adalah menunjukkan kepada klien bahwa mereka telah menggunakan
banyak hal-hal “seharusnya”, “seyogyanya”, dan “harus” yang irasional. Klien
belajar untuk memisahkan keyakinan mereka yang irasional dengan rasional.
Terapis mendorong, menghimbau, dan kadang-kadang sampai-sampai mengarahkan
klien untuk melibatkan diri dalam kegiatan yang akan menangkis propaganda itu.
Langkah kedua, dalam proses
terapeutik membawa klien melampaui tahap kesadaran. Bahwa mereka membiarkan
gangguan emosional mereka tetap aktif dengan terus berpikir tidak logis dan
dengan mngulang-ulang makna serta falsafah menggagalkan diri sendiri. Oleh
karena klien tetap saja mendoktrinasi diri, mereka banyak memikul tanggung
jawab atas adanya masalah yang mereka alami. Bahwa terapis hanya sekedar
menunjukkan kepada klien bahwa mereka mengalami proses tidak logis belumlah
cukup.
Langkah ketiga, memodifikasikan
pemikiran mereka dan meninggalkan ide mereka yang irasional. Psikologi rasional
emotif berasumsi bahwa keyakinan mereka yang tidak logis itu sudah sedemikian
dalamnya tertanam hingga klien biasanya tidak mau mengubahnya sendiri. Oleh
karena itu terapis membantu klien untuk bisa memahami lingkaran setan dari
proses menyalahkan diri yang ada dalam diri klien.
Dan langkah keempat, menantang klien
untuk mengembangkan falsafah hidup yang rasional sehingga di masa depan mereka
bisa menghindarkan diri untuk tidak menjadi korban dari keyakinan irasional
yang lain. Mengurusi hanya masalah atau gejala yang khas tidak bisa memberi
jaminan bahwa rasa takut yang tidak logis lalu tidak akan muncul. Oleh karena
itu, apa yang didambakan adalah menyerang inti dari pemikiran irasional dan
mengajar klien cara menggantikan keyakinan dan sikap tidak rasional itu dengan
yang rasional, makin ilmiah dan toleran si klien makin berkurang gangguan yang
dideritanya.
Seorang terapis yang bekerja dalam
kerangka TRE lain cara berfungsinya dengan sebagian besar dari praktisi yang
lain. Oleh karena pada esensinya TRE itu adalah proses behavioral yang kognitif
dan direktif, maka TRE sering meminimalkan hubungan akrab antara terapis dank
lien. Terapis hanya sekedar menggunakan metodologi persuasif yang memberi
tekanan pada tekanan pada mendidik. Berikut ini adalah garis besar dari apa
yang dilakukan praktisi rasional emotif yang ditulis oleh Ellis:
1.
Mendorong klien untuk menemukan
beberapa ide irasional yang memotifasi banyak dari perilaku yang terganggu.
2.
Menantang klien untuk membuat
idenya itu shahih, kalo bisa.
3.
Menunjukan pada klien sifat
tidak logisnya pemikiran mereka itu.
4.
Menggunakan humor dan
kekonyolan-kekonyolan untuk berkonfrontasi dengan ketidak rasionalan pemikiran
klien itu.
5.
Menggunakan analisis yang logis
untuk meminimalkan keyakinan irasionalnya klien.
6.
Menunjukan betapa keyakinan ini
tidak operatif dan betapa keyakinan itu akan membawa mereka kegangguan emosi
dan perilaku di masa datang, menerangkan betapa ide-ide ini bisa diganti dengan
ide yang lebih rasional yang bertumpu pada data empiris.
7.
Mengajar klien cara
mengaplikasikan pendekatan ilmiah pada jalan pikiran sehingga mereka bisa
menggamati dan meminimalkan ide rasional dimasa kini dan yang akan datang,
serta pengurangan tidak logis yang memupuk tumbuhnya cara berperilaku dan
merasakan yang bersifat menghancurkan diri.
8.
Menggunakan beberapa metode
emotif dan behavioral untuk menolong klien secara langsung menggarap
perasaannya dan untuk berbuat melawan gangguan yang mereka derita.
Sebagai rangkuman terapis TRE secara
aktif mengajarkan kepada klien bahwa menyalahkan diri sendiri merupakan salah
satu dari penyebab utama terjadinya
gangguan emosi, bahwa ada kemungkinan bisa menghentikan menilai diri
mereka sendiri atas penampilan mereka; dan bahwa dengan kerja keras dan dengan
mengerjakan pekerjaan rumah mereka tentang perilaku, mereka bisa membebaskan
diri dari pemikiran irasional yang akan membawa mereka kegangguan dalam
merasakan dan berperilaku.
TRE berbeda debgan banyak pendekatan
terapeutik lainnya dalam hal tidak diberikannya nilai tinggi pada asosiasi
bebas. Penggarapan mimpi, pemfokusan pada catatan sejarah klien di masa lalu,
pengeksplosiaran dan pengungkapan perasaan yang terus-menerus dan bersifat
obsesiv dalam menangani gejala transferensi. Ellis percaya bahwa terlalu lama
menekuni faktor-faktor itu merupakan ‘’terapi manja’’, yang mungkin berakibat
klien merasa lebih baik tetapi jarang bisa membantu mereka untuk menjadi lebih
baik.
Ø PENGALAMAN KLIEN DALAM TERAPI
Umumnya klien mengira bahwa urusan
emosi dan perilaku yang mereka derita disebabkan oleh factor eksternal. Melalui
TRE mereka belajar bahwa masalah-masalah itu terutama hasil dari keyakinan dari
keyakinan yang keliru. Demikian klien mulai menerima bahwa keyakinan mereka
merupakan penyebab utama dari perilaku dan emosi mereka, maka merekapun mampu
berperan serta secara efektif dalam proses restrukturisasi kongnitif (Ellis dan
Yeager, 1989). Jadi dalam ukuran besar, peran klien dalam TRE adalah sebagai
siswa, atau pelajar. Psikoterapi dipandang sebagai proses redukasi dan dengan
itu klien belajar mengaplikasikan pikiran yang logis pada penyelesaian dan
berubahan emosi.
Menurut Dyden dan Ellis (1988), agar
bisa menciptakan perubahan psikologis, klien perlu berbuat seperti berikut:
1.
Menerima kenyataan, bahwa
meskipun mereka ciptakan gangguan mereka sendiri, mereka memang punya kemampuan
untuk mengubahnya secara signifikan.
2.
Memahami masalah kepribadian
mereka berasal terutama dari keyakinan irasional serta berprinsip mutlak dan
bukan dari keadaan yang sesungguhnya.
3.
Belajar mendeteksi keyakinan
irasional mereka dan mempertanyakan semua itu sampai kesuatu titik dimana
mereka mau memanfaatkan alternatif yang rasional.
4.
Melibatkan diri pada pekerjaan
dan praktek menuju penginternalisasian falsafah yang baru dan rasional dengan
menggunakan metode pengubahan yang kongnitif, emotif, dan behavioral.
Proses terapiotiknya
berfokus pada pengalaman klien dimasa sekarang. Menurut Ellis apa yang harus
ada untuk membawa perubahan adalah kesadaran akan keyakinan irasional
seseorang, kesediaanya untuk secara konsisten berkonfrontasi dengan pemikiran
yang tidak berfungsi dan menggantinya dengan pemikiran yang rasioanal, dan
kesediaan untuk memulai berperilaku dengan cara lain.
Ø HUBUNGAN ANTAR TERAPIS DAN KLIEN
Beberapa praktisi TRE memberikan penekanan pada
pentingnya membangun hubungan saling mengerti dan hubungan kerjasama yang
kadarnya lebih kuat dari pada yang diberikan oleh Ellis.
Berkembangnya hubungan saling mengerti yang baik antar
klien dengan terapis dipandang oleh Wallen dan Wessler sebagai ramuan kunci
dalam hal memaksimalkan keuntungan terapeutik. Mereka menekankan bahwa menjadi
aktif dan derektif bukanlah tidak sesuai dengan pengembangan hubungan
professional berdasarkan kompetensi, kredibilitas, saling menghormati, dan
komitmen untuk menolong klien agar bisa berubah.
Terapis rasional emotif sering kali terbuka dan langsung
mengungkapkan keyakinan dan nilai mereka sendiri. Ada beberapa orang bersedia untuk berbagai
ketidaksempurnaan dirinya dengan klien sebagai cara untuk mempertanyakan pendapat
klien yang tidak realistik, yaitu terapis adalah manusia yang pribadinya
‘’utuh’’. Dalam hal ini, trasferensi tidak dianjurkan, kalaupun itu terjadi
maka terapis akan menyerangnya.
Ø APLIKASI : TEKNIK DAN PROSEDUR TERAPEUTIK PRAKTEK DARI TERAPI RASIONAL
EMOTIF
Terapis rasional emotif adalah
menggunakan beraneka ragam teknik kognitif, afektif, dan behavioral, agar
sesuai dengan klien secara individual.
Metode kognitif.
Praktisi
TRE harus menyertakan ke dalam proses terapeutik metodologi kognitif yang kokoh.
TRE memaparkan kepada klien dengan cara cepat dan langsung apa sebenarnya yang
terjadi sehingga mereka tak ada hentinya mengatakan kepada diri mereka sendiri.
Meraka dibangkitkan semangatnya untuk bisa menganut falsafah yang didasarkan
pada kenyataan. Beberapa teknik kognitif yang bisa didapat oleh terapis TRE :
a.
Mempertanyakan keyakinan
irasional. Terapis menunjukkan kepada klien bahwa mereka tertanggu bukan karena
peristiwa ataupun situasi tertentu yang terjadi melainkan karena presepsi
mereka sendiri atas peristiwa itu dank arena sifat dari pernyataan mereka
terhadap diri mereka sendiri.
b.
Pekerjaan rumah kognitif. Klien
TRE diharapkan untuk membuat daftar dari problema yang mereka hadapi, mencari
keyakinan yang kemutlak-mutlakan dan mempertanyakan keyakinan ini.
c.
Mengubah gaya berbahasa
seseorang. TRE berpendapat bahwa bahasa yang kurang tepat merupakan salah satu sebab dari distorsi proses berpikir seseorang.
Para praktisi menaruh perhatian khusus kepada pola bahasa kliennya dengan
landasan bahwa bahasa membentuk pola berpikir dan pola berpikir membentuk
bahasa. Klien yang menggunakan bahasa yang memantulkan ketidakberdayaan dan
mengutuk diri sendiri bisa belajar menggunakan pernyataan tentang dirinya
dengan gaya bahasa baru.
d.
Penggunaan humor. Sebuah
survey telah mengungkapkan bahwa humor
merupakan salah satu dari teknik terapis rasional emotif yang paling populer.
TRe berpendapat bahwa gangguan emotif sering kali merupakan hasil dari sikap
diri yang terlalu serius dan dalam hal memandang hidup mereka kehilangan cita
rasa perspektifnya secara humor. Intinya konselor harus menggunakan humor untuk
menanggapi ungkapan klien yang selalu serius untuk menolong falsafah mereka.
Ø TEKNIK EMOTIF.
Secara emotif para praktisi TRE menggunakan berbagai prosedur, Klien
diajar tentang nilai dari penerimaan tanpa syarat. Klien diajar untuk bisa
menerima diri sendiri, untuk melihst betapa merusaknya tindakan memprkecil
dirinya karena menggangap kekurangan-kekurangan yang ada.
Ø TERAPI KOGNITIF BECK
Terapi
kognitif ini dikembangkan oleh Beck, TRE dan terapi kognitif mempunyaikesamaan
yang mendasar yakni sama-sama menggunakan pendekatan yang efektif, direktif,
terikat waktu, dan terstruktur. Ini adalah terapi pemahaman yang menekankan
pada pengenalan dan pengubahan jalan pikiran negatif dan keyakinan yang salah
adaptasi. Pendekatan Beck didasarkan pada rasionalitas teoritis bahwasannya
cara orang merasakan dan berperilaku itu ditentukan oleh cara mereka menyusun
pengalaman.
Ø PRINSIP-PRINSIP TERAPI KOGNITIF
Terapi
kognitif didasarkan pada asumsi kognisi merupakan penentu utama mengenai
bagaimana kita merasakan dan berbuat. Menurut Beck rute yang paling langsung ke
berubahnya emosi dan perilaku yang tidak berfungsi adalah dengan
memodifikasikan jalan pikiran yang tepat dan tidak berfungsi.
Seorang
terapis kognitif mengajarkan kepada klien cara mengidentifikasi kognisi yang
rancu dan tidak berfungsi melalui proses evaluasi. Melalui usaha saling
membantu antara terapis/klien, klien belajar memilah milah antara yang mereka
kira dan kenyataan. Mereka belajar tentang pengaruh kognisi atas perasaan,
perilaku, dan bahkan peristiwa sekitar. Klien diajar mengenali, mengamati, dan
memantau jalan pikiran serta asumsi mereka sendiri terutama “jalan pikiran
otomatis” mereka.
Ø CARA MERUBAH PERILAKU
Perubahan perilaku terjadi melalui suatu
urutan-urutan proses menengahi yang meliputi interaksi kata-kata internal,
struktur kognitif, dan perilaku resultante dari hasil akhirnya. Proses tersebut
antara lain :
1. Observasi diri : Klien belajar cara mengamati perilaku mereka
sendiri. Proses ini mencakup peningkatan kepekaan terhadap pikiran, perasaan,
perbuatan, serta aksi psikologis mereka. Jika klien mengalami depresi ingin dan
ingin melakukan perubahan, mereka pertama-tama harus menyadari bahwa mereka
bukanlah korban dari perasaan dan pikiran negatif.
2. Memulai dialog internal yang baru. Klien belajar untuk mengubah
dialog internal mereka melalui terapi. Dialog internal mereka yang baru berfungsi
sebagai penunjuk jalan ke perilaku baru.
3. Mempelajari ketrampilan baru. Mengajar klien ketrampilan menangani
sesuatu dengan efektif, yang dipraktekkan dalam kehidupan yang nyata.
Rangkuman
TRE adalah suatu bentuk
terapi behavioral yang berorientasi pada kognitif. TRE telah berkembang menjadi
pendekatan yang komprehensif yang memberiakn tekanan pada berfikir, memberi
penilaian, memutuskan dan berbuat. TRE menggunakan teknik aktif dan direktif,
seperti mengajar, menghimbau, menyarankan, klien ditantang untuk menggantikan
sistem keyakinan yang irasional menjadi
rasional.
TRE adalah
terapi yang mendahului terapi behavioral yang lainnya, dan dua jenis terapi
yang memodifikasi adalah terapi kognitif dari Beck dan terapi kognitif
behavioral dari Meichenbaum.