my blog

facebook

Jumat, 08 Juni 2012

TERAPI RASIONAL EMOTIF DAN PENDEKATAN KOGNITIF BEHAVIORAL LAINNYA



TERAPI RASIONAL EMOTIF DAN PENDEKATAN KOGNITIF BEHAVIORAL LAINNYA
Ø  Sejarah TRE (Terapi Rasional Emotif)
Terapi  ini dtokohi oleh Albert Ellis, yang lahir pada tahun 1913 Pittsburgh. Awalnya ia adalah seorang penulis, tetapi ia juga terampil menangani masalah pribaadi seseorang, dalam persoalan perkawinan, cinta kasih, dan seks. Akhirnya ia menjadi psikolog dari lulusan sebuah college.
Dia menyimpulkan bahwa psikoanalisis secara relatif merupakan bentuk penanganan yang semu dan tidak ilmiah maka diapun bereksperimen dengan beberapa system yang lain. Pada awal 1955 dia menggabungkan teori humanistik, filosofis, dan behavioral menjadi terapi rasional emotif (TRE). 
TRE menjadi sebuah aliran psikoterapi yang ditujukan untuk memberi kepada klien suatu perangkat untuk mengrestruksikan gaya falsafah serta perilaku mereka (Ellis & Yeager, 1989) Menurutnya, “ Orang menjadi terganggu  bukan oleh benda-benda, melainkan oleh apa yang dipandangnya tentang benda itu”( Dryden & Ellis 1988, hal 214). Oleh karena itu, hipotesis dasar dari TRE adalah emosi kita terutama berasal dari keyakinan evaluasi, interpretasi serta reaksi kita terhadap situasi kehidupan. Melalui proses terapeutik rasional emotif klien mempelajari ketrampilan yang mereka berikan kepada mereka perangkat untuk mengidentifikasikan dan mempertanyakan keyakinan yang tidak rasional yang telah didapat sampai sekarang tetap ada karena adanya  indoktrinasi diri. Mereka belajar caranya mengganti cara berpikir yang tidak efektif seperti itu dengan kognisi yang efektif dan rasional, dan sebagai hasilnya mereka mengubah reaksi emosional mereka terhadap situasi. Dengan proses terapeutik klien bisa mengaplikasikan prinsip TRE tidak hanya pada masalah khusus yang dikemukakan tetapi juga pada banyak masalah kehidupan yang lain ataupun pada masalah dimasa depan yang mingkin akan mereka jumpai.
Ø  HUBUNGAN ANTARA TRE DENGAN TERAPI KOGNITIF-BEHAVIORAL LAINNYA
Para praktisi TRE secara konsisten telah berteori bahwa oleh karena manusia itu secara naluri cenderung untuk berpikir, mengungkapkan perasaannya, dan berperilaku secara interaksional, mereka jarang membuat perubahan kognitif mendasar ataupun mempertahankannya kecuali jika mereka juga dengan susah payah menggarap perasaannya, kecuali jika secara konsisten mempraktekkan perilaku baru. TRE menekankan teknik kognitif, afektif, dan behavioral dan mendorong terapis untuk mengajukannya dengan cara yang aktif dan direktif (Dryden & Ellis). Asumsi dari pendekatan kognitif adalah bahwa orang memberikan sumbangannya pada masalah psikologis mereka sendiri, dan juga gejala yang spesifik, dengan cara mereka menginterpretasi peristiwa dan situasi dalam hidup mereka. Terapi kognitif behavioral banyak berdasarkan pada asumsi bahwa reorganisasi pertanyaan diri seseorang akan menghasilkan suatu reorganisasi perilakunya yang sepadan.
Perbedaan antara TRE dengan terapi kognitif behavioral yang lain adalah pada prosedur hubungannya. Pendekatan kognitif behavioral yang lain itu memberikan nilai lebih banyak peranan empati dan kehangatan pribadi dari pada yang benar pada TRE. Meskipun demikian, TRE memang menekankan pada penerimaan yang tanpa syarat dipihak terapis terhadap kliennya.             
Ø  KONSEP KUNCI
PANDANGAN TENTANG SIFAT KODRAT MANUSIA
Terapi rasional emotif didasarkan pada suatu asumsi bahwa manusia memiliki potensi berpikir , baik yang rasional atau lurus maupun yang tidak rasional atau bengkok. Manusia mempunyai dorongan menjaga kelangsungan keadaan dirinya, keberadaannya, dan lain sebagainya, namun manusia juga mempunyai dorongan dari dalam dirinya sendiri untuk merusak dirinya sendiri, menghindar dari memikirkan sesuatu, menunda-nunda, berulang-ulang melakukan kekeliruan dan menghindari mengaktualisasikan potensi pertumbuhan yang dimilikinya.
Dengan anggapan bahwa manusia itu tidak sempurna, TRE berusaha untuk menolong mereka untuk mau menerima dirinya sebagai makhluk yang akan selalu membuat kesalahan namun pada saat yang bersamaan  juga sebagai yang bisa belajar hidup damai dengan dirinya sendiri.
Ellis (1989) telah menyimpulkan bahwa manusia itu berbicara sendiri, mengevaluasi sendiri, dan bertahan sendiri. Mereka mengembangkan kesulitan emosional dan behavioral mana kala mereka mengambil pilihan sederhana. Ellis juga menekankan bahwa manusia memilki naluri kecenderungan menuju ke pertumbuhan dan aktualisasi , namun mereka sering menjegal gerakan mereka menuju pertumbuhan sebagai akibat dari naluri kecenderungan mereka menuju kepemikiran berbelit-belit dan juga ke pola menggagalkan diri sendiri yang telah mereka pelajari (Ellis & Dryden, 1987).

Ø  PANDANGAN TENTANG GANGGUAN EMOSIONAL
Asal mula kita pelajari keyakinan yang tidak rasional adalah dari orang lain yang signifikan pada masa kanak-kanak. Dan kita sendirilah yang menciptakan dogma dan tahayul yang tidak rasional itu. Kemudian secara aktif kita menanamkan kembali keyakinan keliru itu dengan jalan memroses otosugesti dan pengulangan sendiri. Oleh karena itu sebagian besar adalah pengulangan yang kita buat sendiri terhadap pikiran tidak rasional yang diindoktrinasikan kepada kita dulu, dan bukan pengulangan dari orang tua yang menjadikan sikap disfungsional tetap hidup dan beroperasi dalam diri kita.
TRE menegaskan bahwa menyalahkan (diri sendiri atau orang lain) merupakan inti dari sebagian besar gangguan emosional. Oleh karena itu, kalau kita harus menyembuhkan neurosis atau gangguan pribadi, kita sebaliknya berhenti menyalahkan diri sendiri dan orang lain. Melainkan adalah hal yang penting kalau kita mau menerima diri kita sendiri meskipun tidak ada kesempurnaan dalam diri kita. Ellis memberikan hipotesisnya bahwa esensinya semua orang dilahirkan dengan dibekali oleh kemampuan untuk berpikir secara rasional, namun kita juga memiliki kecenderungan kuat untuk meningkatkan hasrat kita dan preferensi kita menjadi tuntutan dan perintah.
Ellis berpendapat bahwa oleh karena kita sendiri yang menciptakan pikiran serta perasaan yang terganggu maka kita pun juga memiliki kekuatan untuk mengontrol masa depan emosional kita. Dia menyarankan agar apabila kita marah hal yang baik adalah apabila melihat ke “tuntutan harus” menjadi dogma “tuntutan seharusnya” yang mutlak, yang tersembunyi dalam diri kita. Kognisi yang sifatnya mutlak merupakan inti dari penderitaan manusia, oleh karena seringkali keyakinan ini menjadi ganjalan dan menghalangi orang dalam usahanya untuk sampai pada sasaran serta maksud yang dituju.

Ø  PROSES TERAPEUTIK
Sasaran terapeutik
Jalan yang ditempuh oleh terapi rasional emotif yang demikian banyak jumlahnya itu mengarah pada suatu tujuan, yaitu meminimalkan gangguan emosional dan perilaku menggagalkan diri sendiri dengan jalan mendapatkan falsafah hidup yang realistis. Juga termasuk dalam sasaran terapeutik yang penting adalah mengurangi kecenderungan untuk menyalahkan diri sendiri atau orang lain karena sesuatu yang tidak diinginkan telah terjadi dalam hidup ini dan mempelajari cara untuk secara efektif bisa menangani kesulitan-kesulitan yang kelak akan dihadapi.
TRE berjuang untuk melakukan reevaluasi filosofis yang cermat didasarakan pada suatu asumsi bahwa masalah manusia itu berakar pada falsafah. Berikut ini adalah sasaran spesifik yang dituju oleh terapis TRE dalam menangani kliennya : (a) minat diri sendiri, (b) minat sosial, (c) pengarahan diri, (d) tenggang rasa, (e) keluwesan, (f) kesediaan menerima adanya ketidak pastian, (g) komitmen, (h) berpikir ilmiah, (i) mau menerima diri sendiri, (j) mau mengambil resiko, (k) bertoleransi tinggi terhadap frustasi, (l) mau mempertanggungjawabkan gangguan. (Ellis)
Ø  FUNGSI DAN PERANAN TERAPIS
Terapis memiliki tugas yang khusus, langkah pertama adalah menunjukkan kepada klien bahwa mereka telah menggunakan banyak hal-hal “seharusnya”, “seyogyanya”, dan “harus” yang irasional. Klien belajar untuk memisahkan keyakinan mereka yang irasional dengan rasional. Terapis mendorong, menghimbau, dan kadang-kadang sampai-sampai mengarahkan klien untuk melibatkan diri dalam kegiatan yang akan menangkis propaganda itu.
Langkah kedua, dalam proses terapeutik membawa klien melampaui tahap kesadaran. Bahwa mereka membiarkan gangguan emosional mereka tetap aktif dengan terus berpikir tidak logis dan dengan mngulang-ulang makna serta falsafah menggagalkan diri sendiri. Oleh karena klien tetap saja mendoktrinasi diri, mereka banyak memikul tanggung jawab atas adanya masalah yang mereka alami. Bahwa terapis hanya sekedar menunjukkan kepada klien bahwa mereka mengalami proses tidak logis belumlah cukup.
Langkah ketiga, memodifikasikan pemikiran mereka dan meninggalkan ide mereka yang irasional. Psikologi rasional emotif berasumsi bahwa keyakinan mereka yang tidak logis itu sudah sedemikian dalamnya tertanam hingga klien biasanya tidak mau mengubahnya sendiri. Oleh karena itu terapis membantu klien untuk bisa memahami lingkaran setan dari proses menyalahkan diri yang ada dalam diri klien.
Dan langkah keempat, menantang klien untuk mengembangkan falsafah hidup yang rasional sehingga di masa depan mereka bisa menghindarkan diri untuk tidak menjadi korban dari keyakinan irasional yang lain. Mengurusi hanya masalah atau gejala yang khas tidak bisa memberi jaminan bahwa rasa takut yang tidak logis lalu tidak akan muncul. Oleh karena itu, apa yang didambakan adalah menyerang inti dari pemikiran irasional dan mengajar klien cara menggantikan keyakinan dan sikap tidak rasional itu dengan yang rasional, makin ilmiah dan toleran si klien makin berkurang gangguan yang dideritanya.
Seorang terapis yang bekerja dalam kerangka TRE lain cara berfungsinya dengan sebagian besar dari praktisi yang lain. Oleh karena pada esensinya TRE itu adalah proses behavioral yang kognitif dan direktif, maka TRE sering meminimalkan hubungan akrab antara terapis dank lien. Terapis hanya sekedar menggunakan metodologi persuasif yang memberi tekanan pada tekanan pada mendidik. Berikut ini adalah garis besar dari apa yang dilakukan praktisi rasional emotif yang ditulis oleh Ellis:
1.       Mendorong klien untuk menemukan beberapa ide irasional yang memotifasi banyak dari perilaku yang terganggu.
2.       Menantang klien untuk membuat idenya itu shahih, kalo bisa.
3.       Menunjukan pada klien sifat tidak logisnya pemikiran mereka itu.
4.       Menggunakan humor dan kekonyolan-kekonyolan untuk berkonfrontasi dengan ketidak rasionalan pemikiran klien itu.
5.       Menggunakan analisis yang logis untuk meminimalkan keyakinan irasionalnya klien.
6.       Menunjukan betapa keyakinan ini tidak operatif dan betapa keyakinan itu akan membawa mereka kegangguan emosi dan perilaku di masa datang, menerangkan betapa ide-ide ini bisa diganti dengan ide yang lebih rasional yang bertumpu pada data empiris.
7.       Mengajar klien cara mengaplikasikan pendekatan ilmiah pada jalan pikiran sehingga mereka bisa menggamati dan meminimalkan ide rasional dimasa kini dan yang akan datang, serta pengurangan tidak logis yang memupuk tumbuhnya cara berperilaku dan merasakan yang bersifat menghancurkan diri.
8.       Menggunakan beberapa metode emotif dan behavioral untuk menolong klien secara langsung menggarap perasaannya dan untuk berbuat melawan gangguan yang mereka derita.
Sebagai rangkuman terapis TRE secara aktif mengajarkan kepada klien bahwa menyalahkan diri sendiri merupakan salah satu dari penyebab utama terjadinya  gangguan emosi, bahwa ada kemungkinan bisa menghentikan menilai diri mereka sendiri atas penampilan mereka; dan bahwa dengan kerja keras dan dengan mengerjakan pekerjaan rumah mereka tentang perilaku, mereka bisa membebaskan diri dari pemikiran irasional yang akan membawa mereka kegangguan dalam merasakan dan berperilaku.
TRE berbeda debgan banyak pendekatan terapeutik lainnya dalam hal tidak diberikannya nilai tinggi pada asosiasi bebas. Penggarapan mimpi, pemfokusan pada catatan sejarah klien di masa lalu, pengeksplosiaran dan pengungkapan perasaan yang terus-menerus dan bersifat obsesiv dalam menangani gejala transferensi. Ellis percaya bahwa terlalu lama menekuni faktor-faktor itu merupakan ‘’terapi manja’’, yang mungkin berakibat klien merasa lebih baik tetapi jarang bisa membantu mereka untuk menjadi lebih baik.
Ø  PENGALAMAN KLIEN DALAM TERAPI
Umumnya klien mengira bahwa urusan emosi dan perilaku yang mereka derita disebabkan oleh factor eksternal. Melalui TRE mereka belajar bahwa masalah-masalah itu terutama hasil dari keyakinan dari keyakinan yang keliru. Demikian klien mulai menerima bahwa keyakinan mereka merupakan penyebab utama dari perilaku dan emosi mereka, maka merekapun mampu berperan serta secara efektif dalam proses restrukturisasi kongnitif (Ellis dan Yeager, 1989). Jadi dalam ukuran besar, peran klien dalam TRE adalah sebagai siswa, atau pelajar. Psikoterapi dipandang sebagai proses redukasi dan dengan itu klien belajar mengaplikasikan pikiran yang logis pada penyelesaian dan berubahan emosi.
Menurut Dyden dan Ellis (1988), agar bisa menciptakan perubahan psikologis, klien perlu berbuat seperti berikut:
1.       Menerima kenyataan, bahwa meskipun mereka ciptakan gangguan mereka sendiri, mereka memang punya kemampuan untuk mengubahnya secara signifikan.
2.       Memahami masalah kepribadian mereka berasal terutama dari keyakinan irasional serta berprinsip mutlak dan bukan dari keadaan yang sesungguhnya.
3.       Belajar mendeteksi keyakinan irasional mereka dan mempertanyakan semua itu sampai kesuatu titik dimana mereka mau memanfaatkan alternatif yang rasional.
4.       Melibatkan diri pada pekerjaan dan praktek menuju penginternalisasian falsafah yang baru dan rasional dengan menggunakan metode pengubahan yang kongnitif, emotif, dan behavioral.
Proses terapiotiknya berfokus pada pengalaman klien dimasa sekarang. Menurut Ellis apa yang harus ada untuk membawa perubahan adalah kesadaran akan keyakinan irasional seseorang, kesediaanya untuk secara konsisten berkonfrontasi dengan pemikiran yang tidak berfungsi dan menggantinya dengan pemikiran yang rasioanal, dan kesediaan untuk memulai berperilaku dengan cara lain.
Ø  HUBUNGAN ANTAR TERAPIS DAN KLIEN
Beberapa praktisi TRE memberikan penekanan pada pentingnya membangun hubungan saling mengerti dan hubungan kerjasama yang kadarnya lebih kuat dari pada yang diberikan oleh Ellis.
Berkembangnya hubungan saling mengerti yang baik antar klien dengan terapis dipandang oleh Wallen dan Wessler sebagai ramuan kunci dalam hal memaksimalkan keuntungan terapeutik. Mereka menekankan bahwa menjadi aktif dan derektif bukanlah tidak sesuai dengan pengembangan hubungan professional berdasarkan kompetensi, kredibilitas, saling menghormati, dan komitmen untuk menolong klien agar bisa berubah.
Terapis rasional emotif sering kali terbuka dan langsung mengungkapkan keyakinan dan nilai mereka sendiri.  Ada beberapa orang bersedia untuk berbagai ketidaksempurnaan dirinya dengan klien sebagai cara untuk mempertanyakan pendapat klien yang tidak realistik, yaitu terapis adalah manusia yang pribadinya ‘’utuh’’. Dalam hal ini, trasferensi tidak dianjurkan, kalaupun itu terjadi maka terapis akan menyerangnya.
Ø  APLIKASI : TEKNIK DAN PROSEDUR TERAPEUTIK PRAKTEK DARI TERAPI RASIONAL EMOTIF
Terapis rasional emotif adalah menggunakan beraneka ragam teknik kognitif, afektif, dan behavioral, agar sesuai dengan klien secara individual.
*      Metode kognitif.
Praktisi TRE harus menyertakan ke dalam proses terapeutik metodologi kognitif yang kokoh. TRE memaparkan kepada klien dengan cara cepat dan langsung apa sebenarnya yang terjadi sehingga mereka tak ada hentinya mengatakan kepada diri mereka sendiri. Meraka dibangkitkan semangatnya untuk bisa menganut falsafah yang didasarkan pada kenyataan. Beberapa teknik kognitif yang bisa didapat oleh terapis TRE :
a.         Mempertanyakan keyakinan irasional. Terapis menunjukkan kepada klien bahwa mereka tertanggu bukan karena peristiwa ataupun situasi tertentu yang terjadi melainkan karena presepsi mereka sendiri atas peristiwa itu dank arena sifat dari pernyataan mereka terhadap diri mereka sendiri.
b.        Pekerjaan rumah kognitif. Klien TRE diharapkan untuk membuat daftar dari problema yang mereka hadapi, mencari keyakinan yang kemutlak-mutlakan dan mempertanyakan keyakinan ini.
c.         Mengubah gaya berbahasa seseorang. TRE berpendapat bahwa bahasa yang kurang tepat merupakan salah satu  sebab dari distorsi proses berpikir seseorang. Para praktisi menaruh perhatian khusus kepada pola bahasa kliennya dengan landasan bahwa bahasa membentuk pola berpikir dan pola berpikir membentuk bahasa. Klien yang menggunakan bahasa yang memantulkan ketidakberdayaan dan mengutuk diri sendiri bisa belajar menggunakan pernyataan tentang dirinya dengan gaya bahasa baru.
d.        Penggunaan humor. Sebuah survey  telah mengungkapkan bahwa humor merupakan salah satu dari teknik terapis rasional emotif yang paling populer. TRe berpendapat bahwa gangguan emotif sering kali merupakan hasil dari sikap diri yang terlalu serius dan dalam hal memandang hidup mereka kehilangan cita rasa perspektifnya secara humor. Intinya konselor harus menggunakan humor untuk menanggapi ungkapan klien yang selalu serius untuk menolong falsafah mereka.
Ø  TEKNIK EMOTIF.
       Secara emotif para praktisi TRE menggunakan berbagai prosedur, Klien diajar tentang nilai dari penerimaan tanpa syarat. Klien diajar untuk bisa menerima diri sendiri, untuk melihst betapa merusaknya tindakan memprkecil dirinya karena menggangap kekurangan-kekurangan yang ada.
Ø  TERAPI KOGNITIF BECK
Terapi kognitif ini dikembangkan oleh Beck, TRE dan terapi kognitif mempunyaikesamaan yang mendasar yakni sama-sama menggunakan pendekatan yang efektif, direktif, terikat waktu, dan terstruktur. Ini adalah terapi pemahaman yang menekankan pada pengenalan dan pengubahan jalan pikiran negatif dan keyakinan yang salah adaptasi. Pendekatan Beck didasarkan pada rasionalitas teoritis bahwasannya cara orang merasakan dan berperilaku itu ditentukan oleh cara mereka menyusun pengalaman.
Ø  PRINSIP-PRINSIP TERAPI KOGNITIF
Terapi kognitif didasarkan pada asumsi kognisi merupakan penentu utama mengenai bagaimana kita merasakan dan berbuat. Menurut Beck rute yang paling langsung ke berubahnya emosi dan perilaku yang tidak berfungsi adalah dengan memodifikasikan jalan pikiran yang tepat dan tidak berfungsi.
Seorang terapis kognitif mengajarkan kepada klien cara mengidentifikasi kognisi yang rancu dan tidak berfungsi melalui proses evaluasi. Melalui usaha saling membantu antara terapis/klien, klien belajar memilah milah antara yang mereka kira dan kenyataan. Mereka belajar tentang pengaruh kognisi atas perasaan, perilaku, dan bahkan peristiwa sekitar. Klien diajar mengenali, mengamati, dan memantau jalan pikiran serta asumsi mereka sendiri terutama “jalan pikiran otomatis” mereka.
Ø  CARA MERUBAH PERILAKU
Perubahan perilaku terjadi melalui suatu urutan-urutan proses menengahi yang meliputi interaksi kata-kata internal, struktur kognitif, dan perilaku resultante dari hasil akhirnya. Proses tersebut antara lain :
1.       Observasi diri : Klien belajar cara mengamati perilaku mereka sendiri. Proses ini mencakup peningkatan kepekaan terhadap pikiran, perasaan, perbuatan, serta aksi psikologis mereka. Jika klien mengalami depresi ingin dan ingin melakukan perubahan, mereka pertama-tama harus menyadari bahwa mereka bukanlah korban dari perasaan dan pikiran negatif.
2.       Memulai dialog internal yang baru. Klien belajar untuk mengubah dialog internal mereka melalui terapi. Dialog internal mereka yang baru berfungsi sebagai penunjuk jalan ke perilaku baru.
3.       Mempelajari ketrampilan baru. Mengajar klien ketrampilan menangani sesuatu dengan efektif, yang dipraktekkan dalam kehidupan yang nyata.
Rangkuman
                TRE  adalah suatu bentuk terapi behavioral yang berorientasi pada kognitif. TRE telah berkembang menjadi pendekatan yang komprehensif yang memberiakn tekanan pada berfikir, memberi penilaian, memutuskan dan berbuat. TRE menggunakan teknik aktif dan direktif, seperti mengajar, menghimbau, menyarankan, klien ditantang untuk menggantikan sistem keyakinan yang irasional menjadi  rasional.
                TRE adalah terapi yang mendahului terapi behavioral yang lainnya, dan dua jenis terapi yang memodifikasi adalah terapi kognitif dari Beck dan terapi kognitif behavioral dari Meichenbaum.



Entri Populer