my blog

facebook

Jumat, 08 Juni 2012

TERAPI PERILAKU (Behavior Therapy)


LATAR BELAKANG

ARNOLD LAZARUS (lahir 1932) lahir dan mendapat didikan di Johannesberg Afrika Selatan. Anak busngsu dari empat bersaudara ini (waktu dia lahir dua orang kakak perempuannya berumur 17 dan 14 tahun serta kakak laki-lakinya berumur 9 tahun) dia dibesarkan dalam lingkukngan tetangga yang sangat sedikit jumlah anak-anaknya dan dia ingat betapa ia merasa kesepian dan ketakutan.
Arnold Lazarus ketika berumur 7 tahun, sangat piawai bermain piano. Tetapi saat dia sudah berumur 14 tahun, perhatian dia beralih ke binaraga, angkat berat, tinju, dan gulat. Karena dia dulu adalah anak yang ceking dan sering dipukuli dan ditakut-takuti oleh teman-temannya. Dengan tekad yang bulat akhirnya dia bisa memenangkan perlombaan tinju dan angkat berat dan berminat untuk mendirikan gedung olahraga atau kebugaran jasmani sendiri.
Meskipun Lazarus dibesarkan di Afrika Selatan, dia mengidentifikasikan diri dengan Amerika Serikat. Pada usia sangat muda dia merasakan betapa rasialisme dan diskriminasi warna kulit sama sekali tidak bisa diterima.
Behavior Therapy and Beyond (1971) karangan Lazarus merupakan salah satu dari buku-buku awal yang membicarakan terapi behavioral kognitif, dan yang secara berturut-turut menjadi pendekatannya yang sistematis dan komprehensif dengan sebutan multimodal therapy (terapi multi sarana). Dari 11 bukunya dan 150 artikel yang ditulisnya, 3 buku dan 36 makalah berorientasi pada multimodal itu, yang mendapatkan pengakuan baik di Amerika Serikat maupun di luar Amerika Serikat. Lazarus telah berafiliasi dengan berbagai masyarakat ilmiah dan professional dan telah mengabdi pada dewan editoral. Namun dia bersikeras bahwa: “Apa yang membedakan saya dari sebagian besar rekan saya adalah bahwa mereka hidup demi karya mereka sedangkan saya berkarya demi hidup saya. Istri dan anak-anak saya selalu mendaratkan perhatian yang pertama diikuti oleh penupukan persahabatan sejati yang bermakna dan pencarian kesenangan.
Terapi perilaku (behavioral therapy) menawarkan berbagai metode berorientasi pada perbuatan untuk menolong orang mengambil langkah melakukan perubahan terhadap apa yang sedang mereka lakukan dan pikirkan. Banyak teknik, terutama yang dikembangkan dalam kurun waktu dasa warsa terakhir, yang memberi tekanan pada proses kognitif. Dalam bab ini istilah modifikasi perilaku (behavior modification) dan terapi perilaku (behavioral therapy) digunakan dengan kandungan arti yang sama.
Pendekatan behavioral mulai ada pada tahun 1950-an dan 1960-an awal sebagai pemisahan diri yang radikal dari perspektif psikoanalitik yang dominan. Selama kurun waktu sekarang ini gerakan terapi perilaku berbeda dengan pendekatan terapeutik yang lain dalam pengaplikasian prinsip kondisioning operan dan klasik pada perlakuan terhadap beraneka perilaku menghadapi problema.
Terapi behavioral kontemporer bisa dipahami dengan jalan mempertimbangkan tiga kawasan perkembangan utama: kondisioning klasik, kondisioning operan  dan terapi kognitif.
Pertama adalah kondisioning klasik, dimana perilaku tertentu dari responden, seperti hentakan lutut dan pengeluaran saliva dirangsang oleh organism pasif. Pada tahun 1950-an Joseph Wolpe dan Arnold Lazarus dari Afrika Selatan  dab Hans Eysenck dari Inggris mulai menggunakan penemuan penelitian eksperimental pada binatang untuk membantu menangani penderita fobia pada latar klinis. Mereka mendasarkan karya mereka pada teori belajar Hulian serta kondisioning Pavlov (klasik). Karakteristik yang mendasari karya para perintis ini adalah pemfokusannya pada analisis eksperimental dan pengevaluasiannya pada prosedur terapeutik. Sumbangan Wolpe pada perkembangan teknik desensitisasi sistematik, yang akan dibahas lebih lanjut dalam bab ini, didasarkan pada model kondisioning klasik, dan dilukiskannya betapa prinsip belajar yang berasal dari laboratorium eksperimental itu dapat diaplikasikan secara klinis.
Kedua adalah pendekatan kondisioning operan. Perilaku operan terdiri dari perbuatan yang beroperasi dalam lingkungan untuk menghasilkan konsekuensi. Contoh dari perilaku operan diantaranya membaca, menulis, mengemudi mobil, dan makan menggunakan alat makan. Perilaku semacam itu mencakup sebagian besar dari tanggapan signifikan yang kita berikan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila perubahan lingkungan yang dihasilkan oleh perilaku itu menberi penguatan (apabila perubahan itu memberikan semacam imbalan kepada organisme atau menghilangkan stimulus yang bersifat menentang), kemungkinannya makin kuat lagi bahwa perilaku itu akan terulang lagi. Apabila perubahan lingkungan itu tidak menghasilkan penguatan, kemungkinannya makin kecil bahwa perilaku itu akan terulang lagi.
Penguatan positif adalah prosedur dimana response diikuti stimulus. Di dalamnya ada ditambahkan sesuatu (seperti pujian atau uang) sebagai konsekuensi dari suatu perilaku tertentu. Stimulus merupakan penguat positif, yang dicari oleh organism, seperti makanan. Misalnya, seorang anak mungkin merengek karena menginginkan gula-gula. Apabila sang ayah memberikan gula-gula setiap kali ia merengek, untuk menghentikan rengekan itu, maka rengekan itu telah menjadi terkuatkan secara poritif. Penguatan negatif menyangkut dihilangkannya stimulus yang tidak menyenangkan dari situasi dimana suatu perilaku telah terjadi. Penguat negatif umumnya tidak menyenangkan, sehingga seorang individu termotivasi untuk menunjukkan perilaku yang diinginkan agar bias menghindari kondisi yang tidak menyenangkan. Misalnya, akhirnya saya pergi mengambil kayu untuk ditaruh di pemanas ruang karena kalau tidak, seperti yang telah saya alami, isteri saya akan bilang bahwa saya adalah pemalas atau ruang di dalam rumah akan terasa dingin. Saya telah belajar akan perlunya saya menghentikan kegiatan saya untuk mengambil kayu, karena konsekuensinya akan tidak menyenangkan apabila saya tidak berbuat seperti itu.
Ketiga adalah kecenderungan kognitif dalam terapi perilaku. Pelaku perilaku baik yang dari model kondisioning klasik maupun yang dari kondisioning operan, tidak memasukkan referensi pada konsep mediator (seperti perana proses berpikir, sikap, dan nilai), mungkin sebagai reaksi terhadap pendekatan psikodinamika yang berorientasi pada pemahaman. Sejak tahun 1970-an gerakan behavioral telah mengakui adanya tempat yang halal untuk berpikir, bahkan sampai ke tingkat pemberian kepada faktor kognitif peran setral dalam hal memahami dan memperlakukan problema-problema behavioral.
KONSEP KUNCI

PANDANGAN TENTANG SIFAT KODRAT MANUSIA
Terapi perilaku modern bertumpu pada pandangan ilmiah tentang perilaku manusia yang mencakup pendekatan sistematik dan terstruktur pada konseling. Pandangan ini tidak berpijak pada asumsi deterministic bahwa manusia adalah sekedar produk sari pengkondisian sosio cultural mereka. Melainkan, pandangan yang ada sekarang adalah bahwa orang itu adalah yang memprodusir dan produk dari lingkungannya (Bandura, 1974, 1977, 1986).
Bahwasanya “behavioris radikal” seperti Skinner (1948, 1971) mengesampingkan kemungkinan dari penentuan nasib dan kebebasan, kecenderungan sekarang adalah kea rah pengembangan prosedur yang sebenarnya mengendalikan klien dan oleh karenanya meningkatkan rentangan kebebasan mereka. Modifikasi perilaku bertujuan untuk meningkatkan keterampilan orang sehingga jumlah pilihan responsi mereka meningkat. Dengan teratasinya perilaku yang melemahkan, yang membatasi pilihan, orang menjadi lebih bebas untuk menyaring kemungkinan-kemungkinan yang tidak didapatkan sebelumnya. Jadi, karena modifikasi perilaku itu bisaanya diaplikasikan, kebebasan individu bisa ditingkatkan dan bukannya dibunuh olehnya (Kazdin, 1978).

METODE ILMIAH
Terapi behavioral dipisahkan dari pendekatan-pendekatan yang lain oleh keterikatannya yang ketat dengan prinsip metode ilmiah. Konsep dan prosedur dinyatakan secara eksplisit, diuji secara empiris, dan terus menerus direvisi. Selanjutnya, perlakuan serta penilaian saling dikaitkan, oleh karena keduanya terjadi secara bersamaan. Penelitian dianggap esensil untuk bisa menyediakan penanganan yang efektif serta gerak maju yang melampaui praktek terapeutik yang ada.
Prosedur serta konsep apa pun yang dipakai, denomenator yang umum dalam semua penelitian terapi behavioral adalah komitmennya untuk mengaplikasikan metode eksperimental pada analisis dari praktek terapeutik (Goldtried & Davison, 1976). Cirri yang menentukan adalah terus dituntutnya standar yang ketat tentang bukti bahwa dengan menggunakan suatu teknik tertentu bisa dicapai hasil yang diinginkan. Sebuah pertanyaan penting yang bisa memandu penilaian ini adalah “Perlakuan apa, oleh siapa, yang paling efektif untuk orang ini dengan problema khas dalam perangkat keadaan yang bagaimana?” (Paul, 1967, hlm. 111).

SIFAT-SIFAT DASAR DAN ASUMSI-ASUMSI
Oleh karena pendekatan behavioral adalah demikian beraneka ragamnya, maka susahlah untuk menyebutkan satu per satu sebuah perangkat premis serta bentuk yang umum yang bisa diaplikasikan pada seluruh bidangnya. Cirri yang berikut ini bisa diaplikasikan secara luas, kalau bukan secara universal, pada pendekatan behavioral.
·         Terapi perilaku didasarkan pada prinsip belajar yang bersumber pada eksperimen secara sistematis diaplikasikan untuk menolong orang agar bisa mengubah perilaku mal-adaptif.
·         Terapi ini berfokus pada problem klien yang sekarang ada serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, sebagai lawan dari determinan historis mereka.
·         Terapi ini menekankan perubahan perilaku yang terbuka sebagai criteria utama yang dengan criteria itu perlakuan seharusnya dievaluasi, namun proses-proses kognitif harus juga diikutkan.
·         Terapi ini menspesifikasikan sasaran perlakuan dalam arti yang kongkrit dan obyektif agar bisa dimungkinkan dibuatnya replica dari intervensi perlakuan.
·         Karakteristik menonjol dari para praktisi behavioral adalah sikap mereka yang secara sistematis mengaitkan diri pada spesifikasi dan pengukuran. Memang, tanpa spesifikasi dan pencatatan problema dan sasaran, tidak ada yang dinamakan terapi perilaku yang sebenarnya (Kuehnel & Liberman, 1986). Sepanjang perjalanan terapi ada penilaian terhadap perilaku bermasalah serta kondisi yang mendukungnya. Konsep dan prosedur beharvioral dinyatakan secara eksplisit, diuji empiris dan terus menerus direvisi.
·         Penelitian dianggap sebagai esensiil untuk bisa memberikan perlakuan yang efektif dan bisa bergerak maju melampaui praktek terapeutik yang ada.
·         Terapi behavioral banyak bversifat mendidik. Ada penekanan pada mengajar klien suatu keterampilan untuk bisa menangani diri sendiri, dengan harapan mereka bisa bertanggung jawab untuk mentransfer apa yang telah mereka pelajari di kantor ke hidupan sehari-hari.
·         Prosedur beharvioral disesuaikan agar bisa cocok dengan kebutuhan yang unik dari setiap klien.
Cirri-ciri yang umum ini mewakili suatu landasan kesatuan dalam heterogenitas pendekatan beharvioral. Asumsi dasarnya adalah bahwa kelainan yang umumnya ditangani oleh terapi bisa difahami secara baik kalau dilihat dari perspektif psikologi eksperimental (Wilson, 1978). Prinsip yang berasal dari berbagai eksperimen psikologi dapat diaplikasikan dalam praktek klinis untuk mencapai sasaran terjadinya perubahan perilaku.














PROSES TERAPEUTIK

SASARAN TERAPEUTIK
Sasaran menempati nilai penting sentral dalam terapi perilaku. Sasaran umum adalah untuk bisa menciptakankondisi belajar yang baru. Asumsinya adalah bahwa belajar bisa memperbaiki perilaku bermasalah. Klien bisaanya memformulasikan sasaran, yang bisaanya didefinikan pada awal proses terapeutik. Penilaian secara terus-menerus selama kegiatan terapi menetukan tingkatan yang akan bisa dipenuhi oleh sasaran yang telah dibuat. Penilaian dan perlakuan dilakukan secara bersamaan.
Kuehnel dan Liberman (1986) melukiskan inti terapi perilaku sebagai proses dari penentuan dan pemberian spesifikasi terhadap problem behavioral klien yang melalui enam langkah. Langkah pertama dari penilaian behavioral ini adalah mengidentifikasikan perilaku yang diangap mal-adaptif atau bermasalah. Langkah berikutnya terdiri dari menentukan asset serta kekuatan yang dimiliki klien. Langkah ketiga adalah membuat informasi terkumpul ke dalam konteks dimana perilaku bermasalah itu terjadi. Fase ini mencakup pengidentifikasian antesedan serta konsekuensi dari problema perilaku itu. Langkah ke empat mencakup menetapkan strategi untuk mengukur setiap perilaku bermasalah yang telah teridentifikasi itu. Dengan member penilaian pada frekuensi perilaku yang dimaksud menghasilkan evaluasi dasar yang bisa digunakan sebagai titik referensi untuk menentukan ke efektifan dari intervensi yang akan dilakukan. Pada langkah kelima penguat-penguat potensila klien disurvai untuk mengidentifikasi orang, aktivitas, dan benda-benda yang bisa member motivasi dilakukannya penanganan dan bisa tetap terjadinya perubahan setelah terapi berakhir. Langkah keenam dan yang terakhir dari proses penilaian mencakup formulasi dari sasaran penanganan. Dengan bekerja sama, klien dan pelaku klinis mengeksplorasi perilaku alternatif yang bisa menyelesaikan masalah itu. Yang juga dimasukkan dalam penilaian mencakup formulasi dari sasaran penanganan. Dengan bekerja sama, klien dan pelaku klinis mengeksplorasi perilaku alternative yang bisa menyelesaikan masalah itu. Yang juga dimasukkan dalam penilaian adalah berfungsinya klien dalam ranah afektif, kognitif, behavioral, dan inter personal. Tugas terapis adalah mengaplikasikan prinsip dari mempelajari manusia untuk member fasilitas pada penggantian perilaku maladaptive dengan perilaku yang lebih adaptif.
Ada beberapa konsepsi keliru tentang sasaran dari terapi perilaku. Salah satu mitos yang umum dianut adalah sasaran keseluruhannya hanya sekedar menghilangkan gejala dari gangguan dan bahwa sekali ini sudah dilakukan, maka gejala baru akan timbul oleh karena penyebab yang mendasarinya tidak ditangani. Sebagian besar dari terapis perilaku tidak mau menerima pendapat bahwa pendekatan mereka hanyalah penanganan pada gejala, oleh karena mereka melihat tugas terapis sebagai menghilangkan perilaku maladatif serta membantu klien agar bisa mengganti perilaku itu dengan perilaku yang lebih sesuai. Fokus terapi adalah pada faktor yang mempengaruhi perilaku yang ada dan apa yang bisa dilakukan untuk mengubah perilaku itu. Lagi pula, penelitian terhadap hasil akhir dari terapi menunjukkan bahwa substitusi gejala tidak terjadi (Kazdin & Wilson, 1978; Sloane, Staples, Cristol, Yorkston & Whipple, 1975).
Konsepsi keliru yang lain adalah bahwa sasaran klien sudah ditentukan dan dipaksakan oleh terapis behavioral. Kecenderungan yang jelas dalam terapi behavioral modern adalah mengarah ke melibatkan klien dalam hal pemilihan sasaran. G.T. Wilson (1989) menegaskan bahwa “oleh karena bagi terapi behavioral merupakan hal yang fundamental kalau klien diberi informasi sepenuhnya, serta izin untuk menyetujui dan berperan serta dalam menentukan sasaran.” (hlm. 257).
Sasaran memegang tiga fungsi penting dalam konseling. Sasaran yang dengan jelas didefinisikan merefleksi kawasan spesifik dari kecemasan klien, dan oleh karenanya sasaran itu memberikan arah yang bermakna bagi konseling. Sasaran juga memberikan landasan bagi penyaringan, dan penggunaan strategi dan intervensi konseling tertentu. Yang paling penting diantara semuanya itu, sasaran memberikan suatu kerangka bagi evaluasi hasil akhir dari konseling.
Urut-urutan penyaringan dan pendefinisian sasaran dilukiskan oleh Cormier dan Cormier (1985, hlm. 220-221). Proses ini menunjukkan sifat esensial dari hubungan kolaboratif antara terapis dank klien:
·         Konselor menjelaskan maksud dari sasaran itu.
·         Klien mengkhususkan perubahan positif yang diinginkan sebagai hasil dari konseling.
·         Klien dan konselor menentukan apakah sasaran yang disebutkan itu adalah perubahan yang “menjadi milik” klien.
·         Bersama-sama mereka mengeksplorasi apakah sasaran itu realistis.
·         Mereka membahas kemungkinan adanya keuntungan-keuntungan yang bisa diraih dari sasaran itu.
·         Mereka membahas kemungkinan adanya kerugian yang disebabkan oleh sasarna itu.
·         Berdasarkan informasi yang diperoleh tentang sasaran yang dinyatakan oleh klien, konselor dan klien mengambil salah satu dari keputusan-keputusan berikut: melanjutkan konseling, meninjau kembali sasaran yang ditentukan oleh klien, atau mencari referral.
Sekali proses penyaringan dan penyetujuan sasaran itu didapat, maka dimulailah proses pendefinisian sasaran. Proses ini mencakup suatu usaha bersama dimana konselor dan klien membahas perilaku yang diasosiasikan dengan sasarannya, keadaan dari perubahan itu, derajat perubahan perilaku, sifat-sifat dari sub sasaran, dan suatu rencana perbuatan yang mengarah ke sasaran itu.

FUNGSI DAN PERANAN TERAPIS
Para praktisi yang berorientasi behavioran dalam beberapa hal berfungsi seperti ahli klinis yang lain. Mereka menaruh perhatian pada petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh klen, dan mereka ada kemauan untuk mengikuti intuisi klinis mereka. Mereka gunakan teknik seperti rangkuman, refleksi, penjelasan, pertanyaan berakhir dengan terbuka (open-ended question). Tetapi ada dua fungsi yang membedakan pelaku klinis behavioral: mereka memfokuskan pada hal-hal yang khas, dan secara sistematis berusaha untuk mendapatkan informasi tentang anteseden situasional, dimensi dari perilaku bermasalah, dan konsekuensi dari masalah itu (Goldfried & Davison, 1976).
Fungsi penting lainnya dari terapis adalah permodelan peranan untuk klien. Bandura (1969, 1971a, 1971b, 1977, 1986) berpendapat bahwa sebagian besar dari kegiatan belajar yang terjadi melalui penghayatan langsung bisa didapat juga melalui observasi pada perilaku orang lain. Salah satu dari proses fundamental yang oleh klien diikuti dalam belajar berperilaku baru adalah lewat menirukan. Terapis sebagai pribadi bisa menjadi model yang signifikan. Oleh karena klien sering memandang terapis sebagai orang yang pantas untuk dijadikan panutan, maka mereka memolakan sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku seperti yang ditunjukkan oleh terapis. Jadi, terapis seyogyanya sadar akan peranan krusial yang dimainkannya. Dengan tidak menyadari kekuatan yang dimiliki untuk mempengaruhi cara berfikir dan berperilaku si klien sama saja dengan mengingkari nilai penting sentral dari pribadinya sendiri dalam proses terapeutik.

PENGALAMAN KLIEN DALAM TERAPI
Salah satu dari sumbangan terapi behavioral yang unik adalah bahwa terapi memberikan kepada terapis suatu system prosedur yang terdefinisi dengan baik untuk digunakan dalam konteks peranan yang terdefinisi dengan baik pula. Klien juga diberi peranan yang jelas, dan ditekankan akan pentingnya kesadaran dan partisipasi klien dalam proses terapeutik. Klien secara aktif terlibat dalam penyaringan dan penentuan sasaran. Mereka harus dimotivasi untuk mau berubah dan harus bersedia untuk bekerja sama dalam pelaksanaan aktivitas terapeutik, baik selama sesi terapi maupun dalam kehidupan. Apabila klien tidak dilibatkan dengan cara seperti ini, kemungkinan terapi itu akan berhasil adalah kecil.
Klien didorong untuk bereksperimen dalam memperluas repetoar perilaku adaptif. Mereka ditolong untuk menggeneralisasi dan mentransfer hasil belajar dalam situasi terapeutik ke situasi di luar terapi. Konseling belum dianggap lengkap kecuali jika verbalisasi ditindaklanjuti dengan perbuatan. Klien diharapkan untuk berbuat lebih dari sekedar mengumpulkan pemahaman, mereka perlu memiliki kemauan untuk membuat perubahan. Sukses dan kelambanan dalam usaha untuk mengambil perilaku baru merupakan bagian yang vital dari petualangan terapeutik.

APLIKASI : PROSEDUR DAN TEKNIK TERAPEUT
Salah satu dari kekuatan besar dari pendekatan behavioral pada konseling dan psikoterapi adalah pengembangan dari prosedur terapeutik yang spesifik yang mau menerima adanya penyulingan lewat metode ilmiah. Seperti yang kita lihat, teknik behavioral haruslah ditunjukkan sebagai yang efektif lewat sarana obyektif, dan terus ada usaha untuk memperbaikinya. Meskipun terapis behavioral mungkin membuat kesalahan dalam menganalisis atau dalam hal pengaplikasian prosedur terapeutik, hasil kesalahan mereka itu bisa jelas, oleh karena mereka menerima respons langsung secara terus menerus dari klien. Temuan utama yang dihasilkan oleh penelitian untuk terapi behavioral adalah bahwa hasil akhir dari suatu penanganan adalah memiliki facet ganda. Perubahan itu bukanlah bersifat keseluruhan ataupun tidak ada perubahan sama sekali. Perbaikan mungkin bisa terjadi pada suatu kawasan tetapi tidak terjadi di kawasan yang lain. Semua perbaikan tidak muncul secara bersamaan, dan keberhasilan di suatu kawasan mungkin ada kaitannya dengan problema yang muncul di kawasan lain (Baca Kazdin, 1982; Voltz & evans, 1982).
Dalam terapi behavioral kontemporer teknik apapun yang dapat ditunjukkan untuk mengubah perilaku mungkin dilibatkan dengan rencana penanganan. Lazarus (1980) mendukung penggunaan teknik yang beraneka ragam, tanpa memperhatikan asal teori itu. Diberikan olehnya garis besar rentangan teknik yang luas yang telah ia gunakan dalam praktek klinisnya sebagai suplemen dari metode behavioral. Menurut pandangannya, makin ekstensif rentangan teknik terapi itu, secara potensial terapis itu makin efektif. Jelas bahwa terapis behavioral tidak harus membatasi diri pada metode yang berasal dari teori belajar. Demikian pula, teknik behavioral dapat dimasukkan dalam kegiatan pendekatan yang lain.
Teknik dan prosedur terapeutik yang digunakan oleh terapis behavioral terutama cocok untuk pasien khusus, dan bukan yang secara acak disaring dari “segudang teknik”.
Morris (1986) membuat garis besar tentang desensitiasi sistematik menjadi tiga langkah: (1) latihan bersantai, (2) pengembangan hirarki kecemasan, dan (3) desentisasi sistematik yang tepat.

METODE PERMODELAN
Istilah permodelan, belajar dengan mengamati, menirukan, belajar sosialisasi dan belajar dengan menggantikan (vicarious learning) telah digunakan dengan pengertian yang sama dan secara bergantian. Semuanya berarti proses berbuat yang dilakukan oleh perilaku seorang individu atau kelompok (model) sebagai stimulus terjadinya pikiran, sikap, dan perilaku yang serupa di pihak pengamat. Melalui proses belajar dengan mengamati, klien sendiri bisa belajar untuk menunjukkan perbuatan yang dikehendaki tanpa harus belajar lewat trial and error.

Efek Permodelan
Bandura membuat garis besar berupa tiga efek besar dari permodelan, masing-masing memiliki implikasi yang signifikan dari praktek klinis. Pertama adalah didapatnya responsi ataupun keterampilan baru dan penampilan keduanya itu. Akibat dari belajar dengan mengamati ini adalah pengintegrasian pola perilaku baru yang didasarkan pada mengamati model.
Efek kedua dari permodelan adalah mencegah datangnya response rasa takut yang terjadi manakala perilaku si pengamat dengan satu dan lain cara telah dicegah. Dalam hal ini pelaku model yang menunjukkan response rasa takut yang tercegah tidak menderita konsekuensi negatif atau sebenarnya menghadapi konsekuensi positif.
Efek ketiga dari permodelan adalah pemberian fasilitas dari respons, dimana seorang model memberikan isyarat kepada orang lain untuk meniru. Efeknya adalah untuk meningkatkan perilaku bahwa di individu telah belajar dan untuk itu tidak ada lagi larangan.


Tipe dari model
Beberapa tipe model dapat juga digunakan dalam situasi terapeutik :
1)      Model Hidup
2)      Model Simbolik
3)      Model Ganda (Multiple Model)
Permodelan merupakan bagian dari cara penanganan yang lain, terutama yang menyangkut bermain peran, dimana terapis bisa melatihkan dan memerankan perilaku alternatif. Namun, permodelan itu sendiri seperti yang dilukiskan oleh Bandura bisaanya tidak itu sendiri seperti yang dilukiskan oleh Bandura bisaanya tidak digunakan dalam situasi klinis. Perry dan Furukuwa (1986) menulis bahwa suatu kaji ulang pada studi sebelumnya, dibandingkan dengan studi-studi sebelumnya, mengungkapkan suatu kecenderungan pada kemasan-kemasan usaha penanganan, dimana permodelan merupakan salah satu komponennya. Program-program ini mencakup permodelan sebagai prosedur behavioral yang sudah tertata.

LATIHAN MENEGASKAN APA YANG DIINGINKAN (LMAD)
Pendekatan behavioral yang telah mencapai popularitas adalah LAMD yang merupakan satu bentuk dari latihan keterampilan bersosialisai. Pada setaip tingkat pengembangan dalam hidup haruslah dikuasai keterampilan bersosialisasi utama.
Metode behavioral telah didesain untuk mengajar pribadi-pribadi semacam itu cara untuk berinteraksi dengan sukses. Banyak orang yang mengalami kesulitan untuk menganggap bahwa merupakan hal yang mengalami kesulitan untuk menganggap bahwa merupakan hal yang pantas-pantas saja atau pun merupakan hak seorang untuk menegaskan apa yang diinginkan. LMAD dapat berguna bagi macam orang-orang berikut ini: (1) mereka yang tidak mampu mengungkapkan rasa amarah atau terganggu, (2) mereka yang sulit untuk mengatakan tidak, (3) mereka yang terelu sopan dan yang membiarkan orang lain memanfaatkannya, (4) mereka yang sulit mengungkapkan rasa kasih dan respons-respons positif yang lain, dan (5) mereka yang merasa bahwa mereka tidak ada hak untuk mengungkapkan pendapat, apa yang mereka percayai, dan apa yang mereka rasakan.
Asumsi dasar yang melandasi LMAD adalah bahwa setiap orang ada hak (tetapi bukan kewajiban) untuk mengungkapkan perasaannya, pendapat, apa yang diyakini, serta sikap. Salah satu sasaran dari latihan semacam itu adalah untuk meningkatkan keterampilan behavioralnya sehingga mereka bisa menentukan pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku seperti apa yang diinginkan atau tidak. Sasaran yang lain adalah mengajar orang untuk mengungkapakn diri dengan cara sedemikian rupa sehingga terefleksi kepekaannya terhadap perasaan dan hak orang lain.

PROGRAM MENGELOLA DIRI SENDIRI DAN PERILAKU YANG DIARAHKAN SENDIRI
Dalam program mengelola diri-sendiri ini orang mengambil keputusan tentang hal yang berhubungan dengan perilaku khusus yang ingin dikendalikan atau diubah. Contoh yang umum diantaranya ialah pengendalian merokok, minum alkohol, dan obat bius, kajian belajar dan keterampilan mengelola waktu; dan urusan kegemukan dan terlalu banyak makan. Sering kali orang menemukan bahwa alasan utama dari orang yang tidak bisa mencapai sasaran adalah tidak dimilikinya keterampilan. Dalam kawasan seperti itulah pendekatan pengarahan sendiri bisa memberikan garis besar bagaimana bisa didapat perubahan dan sebuah rencana yang akan membawa ke perubahan.
Lima cirri dari program pengelolaan sendiri yang efektif dirinci oleh Cormier dan Cormier (1985, hlm. 520):
1.      Kombinasi dari strategi mengelola diri-sendiri bisaanya lebih berguna daripada hanya sebuah strategi tunggal.
2.      Penggunaan strategi yang konsisten adalah esensial. Apabila usaha mengelola diri-sendiri tidak dilakukan secara beraturan pada suatu periode yang tertentu, keefektifannya untuk bisa menghaasilkan perubahan yang signifikan bisa jadi terlalu terbatas.
3.      Perlu ditetapkan seperangkat sasaran yang realistis dan kemudian dievaluasi tingkatan seberapa yang bisa diraih dari sasaran itu.
4.      Penggunaan penguatan diri-sendiri merupakan komponen yang penting dari program mengelola diri-sendiri.
5.      Tunjangan yang diberikan oleh lingkungan harus ada untuk tetap dipertahankannya perubahan yang telah terjadi sebagai hasil dari program mengelola diri-sendiri.
Watson dan Tharp menawarkan sebuah model yang didesain untuk perubahan yang diarahkan sendiri. Empat tahap dari model itu yang disebut berikut ini didasarkan pada materi yang diambil dari berbagai sumber, termasuk dari Watson dan Tharp (1989). Cormier dan Cormier (1985). Kanfer dan Gaelick (1986), dan Williams dan Long (1983).
1.       Penyaringan sasaran
2.      Menerjemahkan sasaran menjadi perilaku yang diinginkan
3.      Memantau perkembangan diri-sendiri
4.      Menyelesaikan rencana perubahan

TERAPI MULTIMODAL
Terapi Multimodal merupakan pendekatan pada modifikasi behavioral yang dikembangkan oleh Lazarus (1971, 1986, 1987b, 1989b, 1989c) yang komprehensif, sistematik dan holistik. Terapi ini adalah suatu system terbuka dan mendorong adanya eklektisisme teknis. Teknik baru tidak henti-hentinya diperkenalkan, dan teknik yang ada diperhalus, tetapi teknik ini tidak pernah digunakan secara sembarangan (Lazarus, 1989b). para terapis multimodal bertanya: “Siapa dan apa yang paling baik bagi orang yang satu ini?” Jadi, mereka sangat berhati-hati untuk tidak memasukkan klien yang bersifat unik dalam program penanganan yang sudah ditentukan sebelumnya. Melainkan, diusahakan secara cermat untuk menetapkan secara tepat hubungan dan strategi penanganan apa yang akan berfungsi paling baik terhadap setiap klien dan dalam keadaan khusus yang bagaimana. Asumsi yang mendasari pendekatan ini adalah bahwa oleh karena seorang individu mengalami kesulitan yang disebabkan oleh problema khas yang dihadapi, maka dianggap hal yang tepat kalau strategi penanganan ganda digunakan untuk mendapatkan perubahan. Terapis multimodal terus menerus menyesuaikan prosedurnya untuk bisa mencapai sasaran klien dalam terapi (Lazarus, 1989b).

ID DASAR
Terapi multimodal mempunyai mempunyai pandangan bahwa penilaian tuntas dan program penanganan harus memperhitungkan setiap modalitas dari ID DASAR ini. Jadi, ID DASAR merupakan setiap modalitas menjamin bahwa setiap aspek kepribadian mendapatkan perhatian yang eksplisit dan sistematis (Lazarus, 1989c). Selanjutnya, terapi komprehensif akan menyimpang dari norma umum, perasaan tidak enak, khayalan-khayalan yang menjengkelkan, hubungan-hubungan yang penuh ketegangan, sensasi-sensasi negative, dan kemungkinan adanya ketidakseimbangan biokimia. Perubahan yang bisa bertahan dilihat sebagai fungsi dari kombinasi strategi dan taktik.
Terapi multimodal dimulai dengan penilaian komprehensif dari ketujuh modalitas dari pemfungsian manusia. Klien ditanyai hal-hal yang berhubungan dengan ID DASAR. Berikut ini adalah suatu modifikasi dari proses penilaian ini yang didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan Lazarus (1982, 1989b, 1989c).
·         Perilaku yang dimaksudkan dengan modalitas ini terutama adalah perilaku yang terbuka termasuk perbuatan, kebisaaan dan reaksi yang bisa diamati dan diukur.
·         Affek. Modalitas ini mengandung arti emosi, suasana hati, dan perasaan yang kuat.
·         Sensasi. Kawasan ini mengacu pada lima indera dasar, yaitu sentuhan, citra rasa, bau, penglihatan, dan pendengaran.
·         Khayalan. Modalitas ini ada hubungannya dengan bagaimana kita melihat diri kita sendiri dan mencakup memori dan mimpi.
·         Kognisi. Modalitas ini berarti pemahaman falsafah, gagasan dan perkiraan yang membentuk nilai, sikap, serta keyakinan fundamental.
·         Hubungan Internasional. Modalitas ini berarti interaksi dengan orang lain.
·         Obat biologi. Modalitas ini mencakup lebih dari hanya obat juga diperhitungkan masalah kebisaaan nutrisi dan pola olah raga.

Eklektisisme Teknis
Beberapa asumsi dasar tentang terapis ada implikasinya pada praktek terapi multimodal. Pertama, terapis haruslah efektif sebagi pribadi. Kedua, memerlukan keterampilan dan teknik yang luas untuk menangani deretan problema yang dikemukakan oleh Klien. Ketiga, mereka harus memiliki “elektikisme teknis” yaitu, mereka harus mampu menggunakan setiap teknik yang telah terbukti efektif untuk dipakai menangani problema yang spesifik (Robert et al.1980).
Jenis eklektikisme teknis yang menurut Lazarus (1987b) dianggap perlu adalah yang ilmiah dan memiliki tiga kualifikasi: kelulusan, kedalaman, dan kespesifikan. Pada dukungannya terhadap eklektikisme teknis (atau sistematik) Lazarus tidak menyatakan dukungannya pada eklektikisme teoritis. Menurut dia ada beberapa problema dasar untuk bisa menjadikannya eklektikisme teoritis, oleh karena system terapeutik yang berbeda kadang-kadang mempunyai ketentuan yang saling berlawanan. Untuk bisa menghadirkan eklektikisme teknis dia mendukung digunakannya beraneka ragam teknik dalam struktur teoritis yang terbuka untuk diverifikasi dan tidak disetujui. Dia menambahkan bahwa teknik yang berguna dapat berasal dari banyak sumber, yang bisa dipisahkan dari asalnya. Lazarus (1989b) menyatakan bahwa semua terapis multimodal adalah eklektik, namun tidak semua terapis eklektik dengan sendirinya terapis multimodal.







RANGKUMAN

            Terapi perilaku adalah bineka tidak hanya dari segi konsep dasarnya tetapi juga tekniknya yang bisa diaplikasikan dalam kegiatan menangani problema yang spesifik. Gerakan behavioral mencakup tiga kawasan pengembangan utama: kondisioning klasik, kondisioning operan (operant conditioning), dan perhatian yang meningkat pada faktor kognitif yang mempengaruhi perilaku (pokok bahasan pada bab berikutnya). Cirri yang unik dari terapi perilaku adalah ketergantungannya yang sangat kuat pada prinsip metode ilmiah. Konsep dan prosedur dinyatakan secara ekplisit, diuji secara empiric, dan terus-menerus direvisi. Pelakuan dan penilaian saling berkaitan, oleh karena keduanya berjalan serentak. Penelitian dianggap sebagai aspek dasar dari pendekatan itu, sehingga teknik terapeutiknya bisa secara terus menerus dihaluskan.
            Teknik behavioral telah digunakan secara efektif untuk menangani masalah yang berhubungan dengan kecemasan, perilaku fobia, masalah tentang hubungan satu sama lain, penyalahgunaan obat, perilaku psikotik orang dewasa, perilaku masalah adolesen dan anak-anak. Dibandingkan dengan pendekatan elternatif, teknik behavioral umumnya telah membuktikan paling tidak sama efektifnya dan sering kali lebih efektif dalam hal mengubah perilaku yang diinginkan (Spiegler, 1983).
            Berikut ini adalah rangkuman kawasan masalah tersaring yang lagi-lagi yang nampaknya bisa ditangani secara efektif oleh terapi perilaku seperti yang dibahas oleh Wilson (1989):
·         Gangguan kecemasan. Kajian yang telah dilakukan menunjukkan adanya sukses yang diraih oleh terapi perilaku dalam hal menangani fobia, seperti rasa takut akan tempat terbuka.
·         Depresi. Kombinasi antara prosedur kognitif dan behavioral telah menyediakan hasil yang dapat diharapkan dalam hal menangani depresi.
·         Gangguang seksual. Terapi perilaku merupakan alat yang digemari untuk menangani masalah seks seperti impotensi, ejakulasi premature, kesalahan fungsi organisme dan vaginismus.
·         Pencegahan dan penanganan pada penyakit kardiovaskuler. Pola perilaku tertentu dan gaya hidup telah dikaitkan dengan resiko yang meningkat akan datangnya penyakit kardiovaskuler premature, dan modifikasi dari perilaku ini mungkin bisa berhasil mengurangi kadar penyakit itu.







  

Entri Populer