LATAR
BELAKANG
ARNOLD
LAZARUS (lahir 1932) lahir dan mendapat didikan di Johannesberg Afrika Selatan.
Anak busngsu dari empat bersaudara ini (waktu dia lahir dua orang kakak
perempuannya berumur 17 dan 14 tahun serta kakak laki-lakinya berumur 9 tahun)
dia dibesarkan dalam lingkukngan tetangga yang sangat sedikit jumlah
anak-anaknya dan dia ingat betapa ia merasa kesepian dan ketakutan.
Arnold
Lazarus ketika berumur 7 tahun, sangat piawai bermain piano. Tetapi saat dia
sudah berumur 14 tahun, perhatian dia beralih ke binaraga, angkat berat, tinju,
dan gulat. Karena dia dulu adalah anak yang ceking dan sering dipukuli dan
ditakut-takuti oleh teman-temannya. Dengan tekad yang bulat akhirnya dia bisa
memenangkan perlombaan tinju dan angkat berat dan berminat untuk mendirikan
gedung olahraga atau kebugaran jasmani sendiri.
Meskipun
Lazarus dibesarkan di Afrika Selatan, dia mengidentifikasikan diri dengan
Amerika Serikat. Pada usia sangat muda dia merasakan betapa rasialisme dan
diskriminasi warna kulit sama sekali tidak bisa diterima.
Behavior Therapy and Beyond (1971)
karangan Lazarus merupakan salah satu dari buku-buku awal yang membicarakan
terapi behavioral kognitif, dan yang secara berturut-turut menjadi pendekatannya
yang sistematis dan komprehensif dengan sebutan multimodal therapy (terapi multi sarana). Dari 11 bukunya dan 150
artikel yang ditulisnya, 3 buku dan 36 makalah berorientasi pada multimodal
itu, yang mendapatkan pengakuan baik di Amerika Serikat maupun di luar Amerika
Serikat. Lazarus telah berafiliasi dengan berbagai masyarakat ilmiah dan
professional dan telah mengabdi pada dewan editoral. Namun dia bersikeras
bahwa: “Apa yang membedakan saya dari sebagian besar rekan saya adalah bahwa
mereka hidup demi karya mereka sedangkan saya berkarya demi hidup saya. Istri
dan anak-anak saya selalu mendaratkan perhatian yang pertama diikuti oleh
penupukan persahabatan sejati yang bermakna dan pencarian kesenangan.
Terapi
perilaku (behavioral therapy) menawarkan berbagai metode berorientasi pada
perbuatan untuk menolong orang mengambil langkah melakukan perubahan terhadap
apa yang sedang mereka lakukan dan pikirkan. Banyak teknik, terutama yang
dikembangkan dalam kurun waktu dasa warsa terakhir, yang memberi tekanan pada
proses kognitif. Dalam bab ini istilah modifikasi
perilaku (behavior modification) dan terapi
perilaku (behavioral therapy) digunakan dengan kandungan arti yang sama.
Pendekatan
behavioral mulai ada pada tahun 1950-an dan 1960-an awal sebagai pemisahan diri
yang radikal dari perspektif psikoanalitik yang dominan. Selama kurun waktu
sekarang ini gerakan terapi perilaku berbeda dengan pendekatan terapeutik yang
lain dalam pengaplikasian prinsip kondisioning operan dan klasik pada perlakuan
terhadap beraneka perilaku menghadapi problema.
Terapi
behavioral kontemporer bisa dipahami dengan jalan mempertimbangkan tiga kawasan
perkembangan utama: kondisioning klasik, kondisioning operan dan terapi kognitif.
Pertama
adalah kondisioning klasik, dimana perilaku tertentu dari responden, seperti
hentakan lutut dan pengeluaran saliva dirangsang oleh organism pasif. Pada
tahun 1950-an Joseph Wolpe dan Arnold Lazarus dari Afrika Selatan dab Hans Eysenck dari Inggris mulai
menggunakan penemuan penelitian eksperimental pada binatang untuk membantu
menangani penderita fobia pada latar klinis. Mereka mendasarkan karya mereka
pada teori belajar Hulian serta kondisioning Pavlov (klasik). Karakteristik
yang mendasari karya para perintis ini adalah pemfokusannya pada analisis
eksperimental dan pengevaluasiannya pada prosedur terapeutik. Sumbangan Wolpe
pada perkembangan teknik desensitisasi sistematik, yang akan dibahas lebih
lanjut dalam bab ini, didasarkan pada model kondisioning klasik, dan
dilukiskannya betapa prinsip belajar yang berasal dari laboratorium
eksperimental itu dapat diaplikasikan secara klinis.
Kedua
adalah pendekatan kondisioning operan. Perilaku operan terdiri dari perbuatan
yang beroperasi dalam lingkungan untuk menghasilkan konsekuensi. Contoh dari
perilaku operan diantaranya membaca, menulis, mengemudi mobil, dan makan
menggunakan alat makan. Perilaku semacam itu mencakup sebagian besar dari
tanggapan signifikan yang kita berikan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila
perubahan lingkungan yang dihasilkan oleh perilaku itu menberi penguatan
(apabila perubahan itu memberikan semacam imbalan kepada organisme atau
menghilangkan stimulus yang bersifat menentang), kemungkinannya makin kuat lagi
bahwa perilaku itu akan terulang lagi. Apabila perubahan lingkungan itu tidak
menghasilkan penguatan, kemungkinannya makin kecil bahwa perilaku itu akan
terulang lagi.
Penguatan
positif adalah prosedur dimana response diikuti stimulus. Di dalamnya ada
ditambahkan sesuatu (seperti pujian atau uang) sebagai konsekuensi dari suatu
perilaku tertentu. Stimulus merupakan penguat positif, yang dicari oleh
organism, seperti makanan. Misalnya, seorang anak mungkin merengek karena
menginginkan gula-gula. Apabila sang ayah memberikan gula-gula setiap kali ia
merengek, untuk menghentikan rengekan itu, maka rengekan itu telah menjadi
terkuatkan secara poritif. Penguatan negatif menyangkut dihilangkannya stimulus
yang tidak menyenangkan dari situasi dimana suatu perilaku telah terjadi.
Penguat negatif umumnya tidak menyenangkan, sehingga seorang individu
termotivasi untuk menunjukkan perilaku yang diinginkan agar bias menghindari
kondisi yang tidak menyenangkan. Misalnya, akhirnya saya pergi mengambil kayu
untuk ditaruh di pemanas ruang karena kalau tidak, seperti yang telah saya alami,
isteri saya akan bilang bahwa saya adalah pemalas atau ruang di dalam rumah
akan terasa dingin. Saya telah belajar akan perlunya saya menghentikan kegiatan
saya untuk mengambil kayu, karena konsekuensinya akan tidak menyenangkan
apabila saya tidak berbuat seperti itu.
Ketiga
adalah kecenderungan kognitif dalam terapi perilaku. Pelaku perilaku baik yang
dari model kondisioning klasik maupun yang dari kondisioning operan, tidak
memasukkan referensi pada konsep mediator (seperti perana proses berpikir, sikap,
dan nilai), mungkin sebagai reaksi terhadap pendekatan psikodinamika yang
berorientasi pada pemahaman. Sejak tahun 1970-an gerakan behavioral telah
mengakui adanya tempat yang halal untuk berpikir, bahkan sampai ke tingkat
pemberian kepada faktor kognitif peran setral dalam hal memahami dan
memperlakukan problema-problema behavioral.
KONSEP
KUNCI
PANDANGAN
TENTANG SIFAT KODRAT MANUSIA
Terapi
perilaku modern bertumpu pada pandangan ilmiah tentang perilaku manusia yang
mencakup pendekatan sistematik dan terstruktur pada konseling. Pandangan ini
tidak berpijak pada asumsi deterministic bahwa manusia adalah sekedar produk
sari pengkondisian sosio cultural mereka. Melainkan, pandangan yang ada
sekarang adalah bahwa orang itu adalah yang memprodusir dan produk dari
lingkungannya (Bandura, 1974, 1977, 1986).
Bahwasanya
“behavioris radikal” seperti Skinner (1948, 1971) mengesampingkan kemungkinan
dari penentuan nasib dan kebebasan, kecenderungan sekarang adalah kea rah
pengembangan prosedur yang sebenarnya mengendalikan klien dan oleh karenanya
meningkatkan rentangan kebebasan mereka. Modifikasi perilaku bertujuan untuk
meningkatkan keterampilan orang sehingga jumlah pilihan responsi mereka meningkat.
Dengan teratasinya perilaku yang melemahkan, yang membatasi pilihan, orang
menjadi lebih bebas untuk menyaring kemungkinan-kemungkinan yang tidak
didapatkan sebelumnya. Jadi, karena modifikasi perilaku itu bisaanya
diaplikasikan, kebebasan individu bisa ditingkatkan dan bukannya dibunuh
olehnya (Kazdin, 1978).
METODE
ILMIAH
Terapi
behavioral dipisahkan dari pendekatan-pendekatan yang lain oleh keterikatannya
yang ketat dengan prinsip metode ilmiah. Konsep dan prosedur dinyatakan secara
eksplisit, diuji secara empiris, dan terus menerus direvisi. Selanjutnya, perlakuan
serta penilaian saling dikaitkan, oleh karena keduanya terjadi secara
bersamaan. Penelitian dianggap esensil untuk bisa menyediakan penanganan yang
efektif serta gerak maju yang melampaui praktek terapeutik yang ada.
Prosedur
serta konsep apa pun yang dipakai, denomenator yang umum dalam semua penelitian
terapi behavioral adalah komitmennya untuk mengaplikasikan metode eksperimental
pada analisis dari praktek terapeutik (Goldtried & Davison, 1976). Cirri
yang menentukan adalah terus dituntutnya standar yang ketat tentang bukti bahwa
dengan menggunakan suatu teknik tertentu bisa dicapai hasil yang diinginkan.
Sebuah pertanyaan penting yang bisa memandu penilaian ini adalah “Perlakuan
apa, oleh siapa, yang paling efektif untuk orang ini dengan problema khas dalam
perangkat keadaan yang bagaimana?” (Paul, 1967, hlm. 111).
SIFAT-SIFAT
DASAR DAN ASUMSI-ASUMSI
Oleh
karena pendekatan behavioral adalah demikian beraneka ragamnya, maka susahlah
untuk menyebutkan satu per satu sebuah perangkat premis serta bentuk yang umum
yang bisa diaplikasikan pada seluruh bidangnya. Cirri yang berikut ini bisa
diaplikasikan secara luas, kalau bukan secara universal, pada pendekatan
behavioral.
·
Terapi perilaku
didasarkan pada prinsip belajar yang bersumber pada eksperimen secara
sistematis diaplikasikan untuk menolong orang agar bisa mengubah perilaku
mal-adaptif.
·
Terapi ini berfokus
pada problem klien yang sekarang ada serta faktor-faktor yang mempengaruhinya,
sebagai lawan dari determinan historis mereka.
·
Terapi ini menekankan
perubahan perilaku yang terbuka sebagai criteria utama yang dengan criteria itu
perlakuan seharusnya dievaluasi, namun proses-proses kognitif harus juga
diikutkan.
·
Terapi ini
menspesifikasikan sasaran perlakuan dalam arti yang kongkrit dan obyektif agar
bisa dimungkinkan dibuatnya replica dari intervensi perlakuan.
·
Karakteristik menonjol
dari para praktisi behavioral adalah sikap mereka yang secara sistematis
mengaitkan diri pada spesifikasi dan pengukuran. Memang, tanpa spesifikasi dan
pencatatan problema dan sasaran, tidak ada yang dinamakan terapi perilaku yang
sebenarnya (Kuehnel & Liberman, 1986). Sepanjang perjalanan terapi ada
penilaian terhadap perilaku bermasalah serta kondisi yang mendukungnya. Konsep
dan prosedur beharvioral dinyatakan secara eksplisit, diuji empiris dan terus
menerus direvisi.
·
Penelitian dianggap
sebagai esensiil untuk bisa memberikan perlakuan yang efektif dan bisa bergerak
maju melampaui praktek terapeutik yang ada.
·
Terapi behavioral
banyak bversifat mendidik. Ada penekanan pada mengajar klien suatu keterampilan
untuk bisa menangani diri sendiri, dengan harapan mereka bisa bertanggung jawab
untuk mentransfer apa yang telah mereka pelajari di kantor ke hidupan
sehari-hari.
·
Prosedur beharvioral
disesuaikan agar bisa cocok dengan kebutuhan yang unik dari setiap klien.
Cirri-ciri
yang umum ini mewakili suatu landasan kesatuan dalam heterogenitas pendekatan
beharvioral. Asumsi dasarnya adalah bahwa kelainan yang umumnya ditangani oleh
terapi bisa difahami secara baik kalau dilihat dari perspektif psikologi
eksperimental (Wilson, 1978). Prinsip yang berasal dari berbagai eksperimen
psikologi dapat diaplikasikan dalam praktek klinis untuk mencapai sasaran
terjadinya perubahan perilaku.
PROSES TERAPEUTIK
SASARAN TERAPEUTIK
Sasaran
menempati nilai penting sentral dalam terapi perilaku. Sasaran umum adalah
untuk bisa menciptakankondisi belajar yang baru. Asumsinya adalah bahwa belajar
bisa memperbaiki perilaku bermasalah. Klien bisaanya memformulasikan sasaran,
yang bisaanya didefinikan pada awal proses terapeutik. Penilaian secara
terus-menerus selama kegiatan terapi menetukan tingkatan yang akan bisa
dipenuhi oleh sasaran yang telah dibuat. Penilaian dan perlakuan dilakukan
secara bersamaan.
Kuehnel
dan Liberman (1986) melukiskan inti terapi perilaku sebagai proses dari
penentuan dan pemberian spesifikasi terhadap problem behavioral klien yang
melalui enam langkah. Langkah pertama dari penilaian behavioral ini adalah
mengidentifikasikan perilaku yang diangap mal-adaptif atau bermasalah. Langkah
berikutnya terdiri dari menentukan asset serta kekuatan yang dimiliki klien.
Langkah ketiga adalah membuat informasi terkumpul ke dalam konteks dimana
perilaku bermasalah itu terjadi. Fase ini mencakup pengidentifikasian antesedan
serta konsekuensi dari problema perilaku itu. Langkah ke empat mencakup
menetapkan strategi untuk mengukur setiap perilaku bermasalah yang telah
teridentifikasi itu. Dengan member penilaian pada frekuensi perilaku yang
dimaksud menghasilkan evaluasi dasar yang bisa digunakan sebagai titik
referensi untuk menentukan ke efektifan dari intervensi yang akan dilakukan.
Pada langkah kelima penguat-penguat potensila klien disurvai untuk
mengidentifikasi orang, aktivitas, dan benda-benda yang bisa member motivasi
dilakukannya penanganan dan bisa tetap terjadinya perubahan setelah terapi
berakhir. Langkah keenam dan yang terakhir dari proses penilaian mencakup
formulasi dari sasaran penanganan. Dengan bekerja sama, klien dan pelaku klinis
mengeksplorasi perilaku alternatif yang bisa menyelesaikan masalah itu. Yang
juga dimasukkan dalam penilaian mencakup formulasi dari sasaran penanganan.
Dengan bekerja sama, klien dan pelaku klinis mengeksplorasi perilaku
alternative yang bisa menyelesaikan masalah itu. Yang juga dimasukkan dalam
penilaian adalah berfungsinya klien dalam ranah afektif, kognitif, behavioral,
dan inter personal. Tugas terapis adalah mengaplikasikan prinsip dari
mempelajari manusia untuk member fasilitas pada penggantian perilaku
maladaptive dengan perilaku yang lebih adaptif.
Ada
beberapa konsepsi keliru tentang sasaran dari terapi perilaku. Salah satu mitos
yang umum dianut adalah sasaran keseluruhannya hanya sekedar menghilangkan
gejala dari gangguan dan bahwa sekali ini sudah dilakukan, maka gejala baru akan
timbul oleh karena penyebab yang mendasarinya tidak ditangani. Sebagian besar
dari terapis perilaku tidak mau menerima pendapat bahwa pendekatan mereka
hanyalah penanganan pada gejala, oleh karena mereka melihat tugas terapis
sebagai menghilangkan perilaku maladatif serta membantu klien agar bisa
mengganti perilaku itu dengan perilaku yang lebih sesuai. Fokus terapi adalah
pada faktor yang mempengaruhi perilaku yang ada dan apa yang bisa dilakukan
untuk mengubah perilaku itu. Lagi pula, penelitian terhadap hasil akhir dari
terapi menunjukkan bahwa substitusi gejala tidak terjadi (Kazdin & Wilson,
1978; Sloane, Staples, Cristol, Yorkston & Whipple, 1975).
Konsepsi
keliru yang lain adalah bahwa sasaran klien sudah ditentukan dan dipaksakan
oleh terapis behavioral. Kecenderungan yang jelas dalam terapi behavioral
modern adalah mengarah ke melibatkan klien dalam hal pemilihan sasaran. G.T.
Wilson (1989) menegaskan bahwa “oleh karena bagi terapi behavioral merupakan
hal yang fundamental kalau klien diberi informasi sepenuhnya, serta izin untuk
menyetujui dan berperan serta dalam menentukan sasaran.” (hlm. 257).
Sasaran
memegang tiga fungsi penting dalam konseling. Sasaran yang dengan jelas
didefinisikan merefleksi kawasan spesifik dari kecemasan klien, dan oleh karenanya
sasaran itu memberikan arah yang bermakna bagi konseling. Sasaran juga
memberikan landasan bagi penyaringan, dan penggunaan strategi dan intervensi
konseling tertentu. Yang paling penting diantara semuanya itu, sasaran
memberikan suatu kerangka bagi evaluasi hasil akhir dari konseling.
Urut-urutan
penyaringan dan pendefinisian sasaran dilukiskan oleh Cormier dan Cormier
(1985, hlm. 220-221). Proses ini menunjukkan sifat esensial dari hubungan
kolaboratif antara terapis dank klien:
·
Konselor menjelaskan
maksud dari sasaran itu.
·
Klien mengkhususkan
perubahan positif yang diinginkan sebagai hasil dari konseling.
·
Klien dan konselor
menentukan apakah sasaran yang disebutkan itu adalah perubahan yang “menjadi
milik” klien.
·
Bersama-sama mereka
mengeksplorasi apakah sasaran itu realistis.
·
Mereka membahas
kemungkinan adanya keuntungan-keuntungan yang bisa diraih dari sasaran itu.
·
Mereka membahas
kemungkinan adanya kerugian yang disebabkan oleh sasarna itu.
·
Berdasarkan informasi
yang diperoleh tentang sasaran yang dinyatakan oleh klien, konselor dan klien
mengambil salah satu dari keputusan-keputusan berikut: melanjutkan konseling,
meninjau kembali sasaran yang ditentukan oleh klien, atau mencari referral.
Sekali
proses penyaringan dan penyetujuan sasaran itu didapat, maka dimulailah proses
pendefinisian sasaran. Proses ini mencakup suatu usaha bersama dimana konselor
dan klien membahas perilaku yang diasosiasikan dengan sasarannya, keadaan dari
perubahan itu, derajat perubahan perilaku, sifat-sifat dari sub sasaran, dan
suatu rencana perbuatan yang mengarah ke sasaran itu.
FUNGSI DAN PERANAN
TERAPIS
Para
praktisi yang berorientasi behavioran dalam beberapa hal berfungsi seperti ahli
klinis yang lain. Mereka menaruh perhatian pada petunjuk-petunjuk yang
diberikan oleh klen, dan mereka ada kemauan untuk mengikuti intuisi klinis
mereka. Mereka gunakan teknik seperti rangkuman, refleksi, penjelasan,
pertanyaan berakhir dengan terbuka (open-ended question). Tetapi ada dua fungsi
yang membedakan pelaku klinis behavioral: mereka memfokuskan pada hal-hal yang
khas, dan secara sistematis berusaha untuk mendapatkan informasi tentang
anteseden situasional, dimensi dari perilaku bermasalah, dan konsekuensi dari
masalah itu (Goldfried & Davison, 1976).
Fungsi
penting lainnya dari terapis adalah permodelan peranan untuk klien. Bandura
(1969, 1971a, 1971b, 1977, 1986) berpendapat bahwa sebagian besar dari kegiatan
belajar yang terjadi melalui penghayatan langsung bisa didapat juga melalui
observasi pada perilaku orang lain. Salah satu dari proses fundamental yang
oleh klien diikuti dalam belajar berperilaku baru adalah lewat menirukan.
Terapis sebagai pribadi bisa menjadi model yang signifikan. Oleh karena klien
sering memandang terapis sebagai orang yang pantas untuk dijadikan panutan,
maka mereka memolakan sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku seperti yang
ditunjukkan oleh terapis. Jadi, terapis seyogyanya sadar akan peranan krusial
yang dimainkannya. Dengan tidak menyadari kekuatan yang dimiliki untuk
mempengaruhi cara berfikir dan berperilaku si klien sama saja dengan
mengingkari nilai penting sentral dari pribadinya sendiri dalam proses
terapeutik.
PENGALAMAN KLIEN DALAM
TERAPI
Salah
satu dari sumbangan terapi behavioral yang unik adalah bahwa terapi memberikan
kepada terapis suatu system prosedur yang terdefinisi dengan baik untuk
digunakan dalam konteks peranan yang terdefinisi dengan baik pula. Klien juga
diberi peranan yang jelas, dan ditekankan akan pentingnya kesadaran dan
partisipasi klien dalam proses terapeutik. Klien secara aktif terlibat dalam
penyaringan dan penentuan sasaran. Mereka harus dimotivasi untuk mau berubah
dan harus bersedia untuk bekerja sama dalam pelaksanaan aktivitas terapeutik,
baik selama sesi terapi maupun dalam kehidupan. Apabila klien tidak dilibatkan
dengan cara seperti ini, kemungkinan terapi itu akan berhasil adalah kecil.
Klien
didorong untuk bereksperimen dalam memperluas repetoar perilaku adaptif. Mereka
ditolong untuk menggeneralisasi dan mentransfer hasil belajar dalam situasi
terapeutik ke situasi di luar terapi. Konseling belum dianggap lengkap kecuali
jika verbalisasi ditindaklanjuti dengan perbuatan. Klien diharapkan untuk
berbuat lebih dari sekedar mengumpulkan pemahaman, mereka perlu memiliki
kemauan untuk membuat perubahan. Sukses dan kelambanan dalam usaha untuk
mengambil perilaku baru merupakan bagian yang vital dari petualangan
terapeutik.
APLIKASI : PROSEDUR DAN
TEKNIK TERAPEUT
Salah
satu dari kekuatan besar dari pendekatan behavioral pada konseling dan
psikoterapi adalah pengembangan dari prosedur terapeutik yang spesifik yang mau
menerima adanya penyulingan lewat metode ilmiah. Seperti yang kita lihat,
teknik behavioral haruslah ditunjukkan sebagai yang efektif lewat sarana
obyektif, dan terus ada usaha untuk memperbaikinya. Meskipun terapis behavioral
mungkin membuat kesalahan dalam menganalisis atau dalam hal pengaplikasian prosedur
terapeutik, hasil kesalahan mereka itu bisa jelas, oleh karena mereka menerima
respons langsung secara terus menerus dari klien. Temuan utama yang dihasilkan
oleh penelitian untuk terapi behavioral adalah bahwa hasil akhir dari suatu
penanganan adalah memiliki facet ganda. Perubahan itu bukanlah bersifat
keseluruhan ataupun tidak ada perubahan sama sekali. Perbaikan mungkin bisa
terjadi pada suatu kawasan tetapi tidak terjadi di kawasan yang lain. Semua
perbaikan tidak muncul secara bersamaan, dan keberhasilan di suatu kawasan
mungkin ada kaitannya dengan problema yang muncul di kawasan lain (Baca Kazdin,
1982; Voltz & evans, 1982).
Dalam
terapi behavioral kontemporer teknik apapun yang dapat ditunjukkan untuk
mengubah perilaku mungkin dilibatkan dengan rencana penanganan. Lazarus (1980)
mendukung penggunaan teknik yang beraneka ragam, tanpa memperhatikan asal teori
itu. Diberikan olehnya garis besar rentangan teknik yang luas yang telah ia
gunakan dalam praktek klinisnya sebagai suplemen dari metode behavioral.
Menurut pandangannya, makin ekstensif rentangan teknik terapi itu, secara
potensial terapis itu makin efektif. Jelas bahwa terapis behavioral tidak harus
membatasi diri pada metode yang berasal dari teori belajar. Demikian pula,
teknik behavioral dapat dimasukkan dalam kegiatan pendekatan yang lain.
Teknik
dan prosedur terapeutik yang digunakan oleh terapis behavioral terutama cocok
untuk pasien khusus, dan bukan yang secara acak disaring dari “segudang
teknik”.
Morris
(1986) membuat garis besar tentang desensitiasi sistematik menjadi tiga
langkah: (1) latihan bersantai, (2) pengembangan hirarki kecemasan, dan (3)
desentisasi sistematik yang tepat.
METODE PERMODELAN
Istilah
permodelan, belajar dengan mengamati,
menirukan, belajar sosialisasi dan belajar dengan menggantikan (vicarious
learning) telah digunakan dengan pengertian yang sama dan secara
bergantian. Semuanya berarti proses berbuat yang dilakukan oleh perilaku seorang
individu atau kelompok (model) sebagai stimulus terjadinya pikiran, sikap, dan
perilaku yang serupa di pihak pengamat. Melalui proses belajar dengan
mengamati, klien sendiri bisa belajar untuk menunjukkan perbuatan yang dikehendaki
tanpa harus belajar lewat trial and error.
Efek Permodelan
Bandura
membuat garis besar berupa tiga efek besar dari permodelan, masing-masing
memiliki implikasi yang signifikan dari praktek klinis. Pertama adalah
didapatnya responsi ataupun keterampilan baru dan penampilan keduanya itu.
Akibat dari belajar dengan mengamati ini adalah pengintegrasian pola perilaku
baru yang didasarkan pada mengamati model.
Efek
kedua dari permodelan adalah mencegah datangnya response rasa takut yang
terjadi manakala perilaku si pengamat dengan satu dan lain cara telah dicegah.
Dalam hal ini pelaku model yang menunjukkan response rasa takut yang tercegah
tidak menderita konsekuensi negatif atau sebenarnya menghadapi konsekuensi
positif.
Efek
ketiga dari permodelan adalah pemberian fasilitas dari respons, dimana seorang
model memberikan isyarat kepada orang lain untuk meniru. Efeknya adalah untuk
meningkatkan perilaku bahwa di individu telah belajar dan untuk itu tidak ada
lagi larangan.
Tipe dari model
Beberapa
tipe model dapat juga digunakan dalam situasi terapeutik :
1) Model
Hidup
2) Model
Simbolik
3) Model
Ganda (Multiple Model)
Permodelan
merupakan bagian dari cara penanganan yang lain, terutama yang menyangkut
bermain peran, dimana terapis bisa melatihkan dan memerankan perilaku
alternatif. Namun, permodelan itu sendiri seperti yang dilukiskan oleh Bandura bisaanya
tidak itu sendiri seperti yang dilukiskan oleh Bandura bisaanya tidak digunakan
dalam situasi klinis. Perry dan Furukuwa (1986) menulis bahwa suatu kaji ulang
pada studi sebelumnya, dibandingkan dengan studi-studi sebelumnya,
mengungkapkan suatu kecenderungan pada kemasan-kemasan usaha penanganan, dimana
permodelan merupakan salah satu komponennya. Program-program ini mencakup
permodelan sebagai prosedur behavioral yang sudah tertata.
LATIHAN MENEGASKAN APA
YANG DIINGINKAN (LMAD)
Pendekatan
behavioral yang telah mencapai popularitas adalah LAMD yang merupakan satu
bentuk dari latihan keterampilan bersosialisai. Pada setaip tingkat
pengembangan dalam hidup haruslah dikuasai keterampilan bersosialisasi utama.
Metode
behavioral telah didesain untuk mengajar pribadi-pribadi semacam itu cara untuk
berinteraksi dengan sukses. Banyak orang yang mengalami kesulitan untuk
menganggap bahwa merupakan hal yang mengalami kesulitan untuk menganggap bahwa
merupakan hal yang pantas-pantas saja atau pun merupakan hak seorang untuk
menegaskan apa yang diinginkan. LMAD dapat berguna bagi macam orang-orang
berikut ini: (1) mereka yang tidak mampu mengungkapkan rasa amarah atau
terganggu, (2) mereka yang sulit untuk mengatakan tidak, (3) mereka yang terelu
sopan dan yang membiarkan orang lain memanfaatkannya, (4) mereka yang sulit
mengungkapkan rasa kasih dan respons-respons positif yang lain, dan (5) mereka
yang merasa bahwa mereka tidak ada hak untuk mengungkapkan pendapat, apa yang
mereka percayai, dan apa yang mereka rasakan.
Asumsi
dasar yang melandasi LMAD adalah bahwa setiap orang ada hak (tetapi bukan
kewajiban) untuk mengungkapkan perasaannya, pendapat, apa yang diyakini, serta
sikap. Salah satu sasaran dari latihan semacam itu adalah untuk meningkatkan
keterampilan behavioralnya sehingga mereka bisa menentukan pilihan apakah pada
situasi tertentu perlu berperilaku seperti apa yang diinginkan atau tidak.
Sasaran yang lain adalah mengajar orang untuk mengungkapakn diri dengan cara
sedemikian rupa sehingga terefleksi kepekaannya terhadap perasaan dan hak orang
lain.
PROGRAM
MENGELOLA DIRI SENDIRI DAN PERILAKU YANG DIARAHKAN SENDIRI
Dalam
program mengelola diri-sendiri ini orang mengambil keputusan tentang hal yang
berhubungan dengan perilaku khusus yang ingin dikendalikan atau diubah. Contoh
yang umum diantaranya ialah pengendalian merokok, minum alkohol, dan obat bius,
kajian belajar dan keterampilan mengelola waktu; dan urusan kegemukan dan
terlalu banyak makan. Sering kali orang menemukan bahwa alasan utama dari orang
yang tidak bisa mencapai sasaran adalah tidak dimilikinya keterampilan. Dalam
kawasan seperti itulah pendekatan pengarahan sendiri bisa memberikan garis
besar bagaimana bisa didapat perubahan dan sebuah rencana yang akan membawa ke
perubahan.
Lima
cirri dari program pengelolaan sendiri yang efektif dirinci oleh Cormier dan
Cormier (1985, hlm. 520):
1. Kombinasi
dari strategi mengelola diri-sendiri bisaanya lebih berguna daripada hanya
sebuah strategi tunggal.
2. Penggunaan
strategi yang konsisten adalah esensial. Apabila usaha mengelola diri-sendiri
tidak dilakukan secara beraturan pada suatu periode yang tertentu,
keefektifannya untuk bisa menghaasilkan perubahan yang signifikan bisa jadi
terlalu terbatas.
3. Perlu
ditetapkan seperangkat sasaran yang realistis dan kemudian dievaluasi tingkatan
seberapa yang bisa diraih dari sasaran itu.
4. Penggunaan
penguatan diri-sendiri merupakan komponen yang penting dari program mengelola
diri-sendiri.
5. Tunjangan
yang diberikan oleh lingkungan harus ada untuk tetap dipertahankannya perubahan
yang telah terjadi sebagai hasil dari program mengelola diri-sendiri.
Watson dan Tharp menawarkan sebuah model yang
didesain untuk perubahan yang diarahkan sendiri. Empat tahap dari model itu
yang disebut berikut ini didasarkan pada materi yang diambil dari berbagai
sumber, termasuk dari Watson dan Tharp (1989). Cormier dan Cormier (1985).
Kanfer dan Gaelick (1986), dan Williams dan Long (1983).
1. Penyaringan sasaran
2. Menerjemahkan
sasaran menjadi perilaku yang diinginkan
3. Memantau
perkembangan diri-sendiri
4. Menyelesaikan
rencana perubahan
TERAPI MULTIMODAL
Terapi
Multimodal merupakan pendekatan pada modifikasi behavioral yang dikembangkan
oleh Lazarus (1971, 1986, 1987b, 1989b, 1989c) yang komprehensif, sistematik
dan holistik. Terapi ini adalah suatu system terbuka dan mendorong adanya
eklektisisme teknis. Teknik baru tidak henti-hentinya diperkenalkan, dan teknik
yang ada diperhalus, tetapi teknik ini tidak pernah digunakan secara
sembarangan (Lazarus, 1989b). para terapis multimodal bertanya: “Siapa dan apa
yang paling baik bagi orang yang satu ini?” Jadi, mereka sangat berhati-hati
untuk tidak memasukkan klien yang bersifat unik dalam program penanganan yang sudah
ditentukan sebelumnya. Melainkan, diusahakan secara cermat untuk menetapkan
secara tepat hubungan dan strategi penanganan apa yang akan berfungsi paling
baik terhadap setiap klien dan dalam keadaan khusus yang bagaimana. Asumsi yang
mendasari pendekatan ini adalah bahwa oleh karena seorang individu mengalami
kesulitan yang disebabkan oleh problema khas yang dihadapi, maka dianggap hal
yang tepat kalau strategi penanganan ganda digunakan untuk mendapatkan
perubahan. Terapis multimodal terus menerus menyesuaikan prosedurnya untuk bisa
mencapai sasaran klien dalam terapi (Lazarus, 1989b).
ID DASAR
Terapi
multimodal mempunyai mempunyai pandangan bahwa penilaian tuntas dan program
penanganan harus memperhitungkan setiap modalitas dari ID DASAR ini. Jadi, ID
DASAR merupakan setiap modalitas menjamin bahwa setiap aspek kepribadian
mendapatkan perhatian yang eksplisit dan sistematis (Lazarus, 1989c).
Selanjutnya, terapi komprehensif akan menyimpang dari norma umum, perasaan
tidak enak, khayalan-khayalan yang menjengkelkan, hubungan-hubungan yang penuh
ketegangan, sensasi-sensasi negative, dan kemungkinan adanya ketidakseimbangan
biokimia. Perubahan yang bisa bertahan dilihat sebagai fungsi dari kombinasi
strategi dan taktik.
Terapi
multimodal dimulai dengan penilaian komprehensif dari ketujuh modalitas dari
pemfungsian manusia. Klien ditanyai hal-hal yang berhubungan dengan ID DASAR.
Berikut ini adalah suatu modifikasi dari proses penilaian ini yang didasarkan
pada pertanyaan-pertanyaan Lazarus (1982, 1989b, 1989c).
·
Perilaku yang
dimaksudkan dengan modalitas ini terutama adalah perilaku yang terbuka termasuk
perbuatan, kebisaaan dan reaksi yang bisa diamati dan diukur.
·
Affek. Modalitas ini
mengandung arti emosi, suasana hati, dan perasaan yang kuat.
·
Sensasi. Kawasan ini
mengacu pada lima indera dasar, yaitu sentuhan, citra rasa, bau, penglihatan,
dan pendengaran.
·
Khayalan. Modalitas ini
ada hubungannya dengan bagaimana kita melihat diri kita sendiri dan mencakup
memori dan mimpi.
·
Kognisi. Modalitas ini
berarti pemahaman falsafah, gagasan dan perkiraan yang membentuk nilai, sikap,
serta keyakinan fundamental.
·
Hubungan Internasional.
Modalitas ini berarti interaksi dengan orang lain.
·
Obat biologi. Modalitas
ini mencakup lebih dari hanya obat juga diperhitungkan masalah kebisaaan
nutrisi dan pola olah raga.
Eklektisisme Teknis
Beberapa asumsi
dasar tentang terapis ada implikasinya pada praktek terapi multimodal. Pertama,
terapis haruslah efektif sebagi pribadi. Kedua, memerlukan keterampilan dan
teknik yang luas untuk menangani deretan problema yang dikemukakan oleh Klien.
Ketiga, mereka harus memiliki “elektikisme teknis” yaitu, mereka harus mampu
menggunakan setiap teknik yang telah terbukti efektif untuk dipakai menangani
problema yang spesifik (Robert et al.1980).
Jenis
eklektikisme teknis yang menurut Lazarus (1987b) dianggap perlu adalah yang
ilmiah dan memiliki tiga kualifikasi: kelulusan, kedalaman, dan kespesifikan.
Pada dukungannya terhadap eklektikisme teknis (atau sistematik) Lazarus tidak
menyatakan dukungannya pada eklektikisme teoritis. Menurut dia ada beberapa
problema dasar untuk bisa menjadikannya eklektikisme teoritis, oleh karena
system terapeutik yang berbeda kadang-kadang mempunyai ketentuan yang saling
berlawanan. Untuk bisa menghadirkan eklektikisme teknis dia mendukung
digunakannya beraneka ragam teknik dalam struktur teoritis yang terbuka untuk
diverifikasi dan tidak disetujui. Dia menambahkan bahwa teknik yang berguna
dapat berasal dari banyak sumber, yang bisa dipisahkan dari asalnya. Lazarus (1989b)
menyatakan bahwa semua terapis multimodal adalah eklektik, namun tidak semua
terapis eklektik dengan sendirinya terapis multimodal.
RANGKUMAN
Terapi
perilaku adalah bineka tidak hanya dari segi konsep dasarnya tetapi juga
tekniknya yang bisa diaplikasikan dalam kegiatan menangani problema yang
spesifik. Gerakan behavioral mencakup tiga kawasan pengembangan utama:
kondisioning klasik, kondisioning operan (operant conditioning), dan perhatian
yang meningkat pada faktor kognitif yang mempengaruhi perilaku (pokok bahasan
pada bab berikutnya). Cirri yang unik dari terapi perilaku adalah
ketergantungannya yang sangat kuat pada prinsip metode ilmiah. Konsep dan
prosedur dinyatakan secara ekplisit, diuji secara empiric, dan terus-menerus
direvisi. Pelakuan dan penilaian saling berkaitan, oleh karena keduanya
berjalan serentak. Penelitian dianggap sebagai aspek dasar dari pendekatan itu,
sehingga teknik terapeutiknya bisa secara terus menerus dihaluskan.
Teknik
behavioral telah digunakan secara efektif untuk menangani masalah yang
berhubungan dengan kecemasan, perilaku fobia, masalah tentang hubungan satu
sama lain, penyalahgunaan obat, perilaku psikotik orang dewasa, perilaku
masalah adolesen dan anak-anak. Dibandingkan dengan pendekatan elternatif, teknik
behavioral umumnya telah membuktikan paling tidak sama efektifnya dan sering
kali lebih efektif dalam hal mengubah perilaku yang diinginkan (Spiegler,
1983).
Berikut
ini adalah rangkuman kawasan masalah tersaring yang lagi-lagi yang nampaknya bisa
ditangani secara efektif oleh terapi perilaku seperti yang dibahas oleh Wilson
(1989):
·
Gangguan kecemasan.
Kajian yang telah dilakukan menunjukkan adanya sukses yang diraih oleh terapi
perilaku dalam hal menangani fobia, seperti rasa takut akan tempat terbuka.
·
Depresi. Kombinasi
antara prosedur kognitif dan behavioral telah menyediakan hasil yang dapat
diharapkan dalam hal menangani depresi.
·
Gangguang seksual.
Terapi perilaku merupakan alat yang digemari untuk menangani masalah seks
seperti impotensi, ejakulasi premature, kesalahan fungsi organisme dan
vaginismus.
·
Pencegahan dan
penanganan pada penyakit kardiovaskuler. Pola perilaku tertentu dan gaya hidup
telah dikaitkan dengan resiko yang meningkat akan datangnya penyakit
kardiovaskuler premature, dan modifikasi dari perilaku ini mungkin bisa
berhasil mengurangi kadar penyakit itu.